Fahri kaget mendengar jawaban Amien. Ia tidak menyangka, kedatangannya menawarkan gerakan mahasiswa, ditantang untuk berkomitmen ikut menumbangkan pemerintahan yang sudah 32 tahun menjabat. “Saya bilang, Insya Allah pak Amien,”kenang Fahri.
Diterima di Semua Kalangan
Situasi saat itu semakin mencekam. Kerusuhan terjadi di mana-mana. Toko-toko di jarah, dan puluhan rumah dibakar massa. Aparat semakin kelabakan menenangkan amuk massa, sedangkan mahasiswa terus melakukan aksi demonstrasi di jalan-jalan, di tempat-tempat umum. Aparat yang bertugas mengamankan situasi, semakin tidak terkendali. Senjata api mulai ditembakkan ke arah massa dan menyebabkan beberapa orang tewas, termasuk mahasiswa dari Universitas Trisakti.
Ketengangan di Jakarta mulai memuncak. Kewaspadaan yang tinggi, membuat masyarakat saling mencurigai satu sama lain, terutama pada orang-orang yang belum dikenal. Situasi itu membuat Fahri CS kesulitan turun ke masyarakat untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat atas gerakan yang mereka lakukan.
“Pak Amien Rais disambut secara luar biasa, di pojok-pojok kota, di pojok-pojok desa. Dan Kalau kami mau masuk, karena habis kerusuhan, di pagar semua gang-gangnya. Itu nggak ada yang boleh masuk, curiga pada semua orang karena khawatir ini pengacau atau provokator. Tapi begitu kita bilang ada Pak Amien Rais di dalam mobil, semuanya langsung memberikan izin. Kita masuk, di bukakan pintu, lolos kami semua kemana-mana,” tutur Fahri.
“Adat trust dari publik kepada Pak Amien yang kuat, dari semua kelompok. Tidak ada perbedaan pendapat soal itu. Karena pada waktu itu Pak Amien Rais yang paling menonjol untuk menyuarakan aspirasi kita semua. Keinginan kita untuk berubah,” Fahri menambahkan.