Menurut Ali, hasil sementara ekskavasi di sisi utara ditemukan ada tujuh papan. Menariknya, papan-papan itu disambung dengan pasak kayu dan diikat dengan ijuk (tali) berwarna hitam. Bentuk yang sama juga ditemukan di sebelahnya.
“Teknik ini (Pasak kayu dan tali ijuk) dikenal sebagai teknik Asia Tenggara. Bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Nusantara sudah membuat kapal dengan teknik ini di abad ke-3. Salah satu contoh temuan di Palembang, Rembang dan Cirebon. Ada juga temuan kapal kuo di Ponti, Malaysia sudah menggunakan teknik ini. Begitu juga di Filipina abad 13-14 Masehi," papar Ali Akbar.
Dia menceritakan, temuan kapal karam di dasar laut Cirebon diperkirakan abad ke-10 menggunakan teknik yang sama. Sama juga seperti di Rembang kapal abad ke-8 menggunakan teknik yang sama. Namun untuk Kapal Zabag, Abe—sapaan akrab Ali Akbar—belum bisa memastikan usianya.
“Kita belum tahu usianya berapa, tetapi sampel kayunya sudah kita bawa ke Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Kira-kira (Kapal Zabag) rentan waktunya diperkirakan abad ke-3 sampai 14 Masehi,” jelas Abe.
Soal ukuran, Abe memperkirakan lebarnya mencapai 5,5 meter. Dilihat dari ukurannya tidak masuk kategori perahu, tetapi kapal. Bahkan kapal besar.
Pendapat ini pun diperkuat oleh Prof. Chiara Nazarro, Arkeolog Maritim dari Italia. Dia menduga Kapal Zabag ini adalah kapal besar.
Kata dia, dilihat dari kayu dan ketebalan papan, Kapal Zabag berukuran besar. Lebih besar dari Kapal Pinisi. Chiara mengungkap teknologi kapalnya hampir sama seperti Pinisi. Chiara mengaku sangat tertarik dengan situs Kapal Zabag ini.
“Saya sangat tertarik untuk menelitinya lebih dalam,” kata Chiara.
Saking tertariknya Chiara datang sendiri ke Lambur, Tanjabtim tanpa diundang oleh pemerintah setempat. Chiara saat ini sedang melakukan penelitian Kapal Pinisi bersama Ali Akbar. Mendapat kabar tentang Kapal Zabag dari Ali Akbar, dia langsung mengunjungi Lambur sekaligus berwisata.
Baca Juga: 5 Situs Sejarah Terancam Tol Jogja - Solo, Salah Satunya Candi Kedulan
Profesor Arkeologi dari Universitas Naple L’Orientale ini membandingkan dengan kapal-kapal tradisional kuno hasil penelitiannya di Mesir dan Afrika.