IJNet telah menyusun daftar kiat untuk menulis COVID-19 dengan saran dari jurnalis yang telah meliput penyakit ini.
- Pahami mood di lapangan - lalu terjemahkan ke dalam pekerjaan Anda.
- Fokus pada pelaporan, bukan analisis.
- Tonton berita utama Anda.
- Ingat: Tidak semua angka akurat.
- Berbicaralah dengan sebanyak mungkin orang yang berbeda.
- Hindari kiasan rasis.
- Perhatikan cara mewawancarai para ahli.
- Jangan mengabaikan cerita yang tidak menyenangkan.
- Tetapkan batasmu. Terkadang lebih baik mengatakan "tidak" kepada editor.
- Ketika segalanya berakhir, tetaplah dengan cerita.
6. Cek Fakta COVID-19

Untuk menghilangkan prasangka dan pengecekan fakta, periksa klaim yang beredar lewat Jaringan Pengecekan Fakta Internasional yang mencakup 90 pemeriksa fakta dari 39 negara yang bekerja sama untuk memerangi informasi palsu ini.
Pada akhir Februari, aliansi #CoronaVirusFacts / #DatosCoronaVirus telah menerbitkan 558 cek fakta tentang penyakit ini. WHO memiliki halaman “Myth Busters” yang menghilangkan rumor tentang COVID-19.
Jika Anda menemukan tipuan atau informasi yang mencurigakan, hubungi kelompok cek fakta lokal dan regional yang mapan untuk mendapatkan bantuan. Biasanya mereka aktif di media sosial dan selalu mencari petunjuk.
7. Soal Trauma dan Korban
Ketika wabah global seperti ini, para korban mengalami trauma. Mereka mungkin tidak ingin diidentifikasi dan membahas soal infeksi.
Bahkan menyebutkan tempat tinggal dapat menyebarkan kepanikan di komunitas itu, membuat keluarga korban semakin tidak aman.
Artikel dari Centre for Health Journalism juga memuat pelajaran untuk mewawancarai penyintas trauma. Berikut tipsnya:
Baca Juga: Cegah Penyebaran Corona, Dishub Jogja Perketat Pengawasan Kantong Parkir
- Perlakukan para korban dengan bermartabat. Biarkan korban “mengundang” Anda ke dalam ceritanya.
Biarkan korban untuk menentukan waktu dan tempat wawancara. - Bersikap transparan. Ambil persetujuan berdasarkan informasi tentang bagaimana korban akan diidentifikasi.
- Tempatkan kemanusiaan sebelum cerita. Prioritaskan kesejahteraan korban terlebih dahulu, cerita nomor dua.
- Jangan kewalahan dengan pertanyaan yang paling sulit terlebih dahulu. Berempati, dan dengarkan.
- Berulang kali berurusan dengan korban yang trauma dapat memengaruhi Anda.