Beban 'berlipat ganda' Bagi Perempuan di Masa Pandemi Covid-19

Minggu, 19 April 2020 | 12:48 WIB
Beban 'berlipat ganda' Bagi Perempuan di Masa Pandemi Covid-19
Seorang ibu tampak mengajarkan anaknya. [ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI]

Pemecatan para suami bisa jadi menimbulkan beban yang lebih berat bagi para isteri. Seperti yang dirasakan Neneng. Apalagi, perempuan 28 tahun itu sedang mengandung anak kedua dengan usia kehamilan lima bulan.

Neneng harus memutar otak untuk menyiapkan makanan bagi keluarga.

"Siapa orangtua yang yang gak mikirin gizi (buat anaknya). Cuma... (Neneng berhenti, terdengar isakan) saya jadi pengen nangis. Cuma keadaan kayak gini, gimana yah, boro-boro mikirin gizi, buat bisa makan doang juga Alhamdulillah banget," ungkap Neneng sambil terisak.

Neneng semakin tertekan lantaran memikirkan pula kehamilannya di saat situasi serba sulit ini.

"Kehamilan pertama kan ibaratnya suami masih kerja. Sekarang kasihan kehamilan kedua sampai kayak gini. Sampai pengen buah-buahan aja, namanya orang hamil, harus ditahan. Pengen yang manis-manis, kadang kan orang hamil gitu yah, tapi gak bisa."

Wabah corona juga menyulitkan Neneng memeriksakan kehamilannya. Puskesmas yang biasa didatangi Neneng, tidak menerima pemeriksaan ibu hamil selama pandemi.

"Tidak ada pemeriksaan buat saat ini di puskesmas karena rentan corona. Akhirnya, gak jadi periksa. Periksa ke bidan atau ginekolog kan lumayan uangnya, aku nggak punya," kata Neneng.

Kehilangan satu-satunya penghasilan keluarga, membuat kehidupan Neneng dan Dicky semakin terpuruk. Untuk membeli beras saja, mereka harus meminjam ke sana sini dan menjual telepon genggam. Mereka pun terpaksa pindah dari kontrakan ke rumah orangtua demi mengurangi beban pengeluaran.

Pasangan suami isteri itu berusaha mencari penghasilan lain dengan melamar kerja dan menjual layangan. Namun, wabah Covid-19 seolah menutup semua peluang yang ada.

Baca Juga: Usai Bebas karena Corona, Eks Napi Wanita di Malang Langsung Nikah

"Sekarang saya lagi coba-coba buat jual layangan. Itu pinjam modalnya ke saudara, tapi malah hujan. Jadi belum dapat hasilnya.

"Suami juga pengen ngelamar-ngelamar kerja, gak mungkin keadaannya. Semua perusahaan seperti ini. Jadi gak tahu gimana. Mau jualan, jualan apa dan sepi kan? Nggakkepikiran untuk saat ini," ujar Neneng.

Saat ini, Neneng hanya bisa mengharapkan bantuan dari pemerintah yang janjinya akan memberi bantuan bagi warga yang terdampak wabah. Hingga kini, Neneng mengaku belum mendapat bantuan, meski pemerintah pusat dan provinsi Jawa Barat telah berjanji akan menyalurkan bantuan jaring pengaman sosial sejak beberapa pekan lalu.

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menyatakan Pemprov Jabar akan memberi bantuan sebesar Rp500 ribu per kepala keluarga miskin dan terdampak wabah dalam bentuk sembako dan uang tunai. Namun, menurut Neneng, bantuan itu dijatah hanya 10 kepala keluarga (KK) per rukun tetangga (RT).

"Kata bu RT, dipilih dalam satu RT itu cuma 10 KK dan aku nggak kebagian. (Bantuannya) belum menjangkau semua. Ternyata Ridwan Kamil yang diomongin (beda), gak kayak gitu. Padahal kan yang namanya di-PHK itu benar-benar kena dampak banget. Bingung kali RT juga kalau memang posisinya hanya 10 KK yang dipilih dalam satu RT," ungkap Neneng.

Tak bisa IMD

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI