Jika kegiatannya bersifat nasional, kata dia, maka pada salah satu daerah harus 21 hari sebelumnya.
"Kami ketahui dari beberapa yang dilihat, surat administrasi, pemberitahuan itu baru diberikan tanggal 26 September 2020 atau tepatnya baru dua hari yang lalu, tepatnya Hari Sabtu," katanya.
Alasan dibubarkannya kegiatan KAMI di Surabaya, kata Trunoyudo, adalah di masa pandemi keselamatan rakyat atau masyarakat adalah yang paling utama. Hal tersebut adalah hukum tertinggi di masa pandemi ini.
"Kemudian perlu diketahui ada beberapa perubahan mendasar terkait dengan tempat pertemuan. Yang pertama di Gedung Juang, kemudian bergeser di gedung museum NU dan terakhir di gedung Jabal Nur. Artinya secara administrasi tidak terpenuhi mendasari Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2017," kata dia.
Dia mengingatkan bahwa setiap kegiatan keramaian di Jatim yang mengundang massa harus melalui mekanisme yang namanya assessment.
"Assessment adalah bagaimana seorang asesor menguji kelayakan dilakukannya kegiatan tersebut dalam menerapkan protokol kesehatan, menjaga jarak, tidak berkerumun, kemudian menyiapkan perlengkapan peralatan yang ada," tuturnya.
"Untuk situasi saat ini secara virtual lebih valid lah, termasuk pilkada sudah jelas untuk pembatasan protokol kesehatan," dia menambahkan.
Presidium KAMI pusat Rochmat Wahab menyatakan koalisi tidak pernah berniat untuk menjadi musuh pemerintah. “Kita punya hak berkumpul dan berdiskusi. Saya yakin ini bukan akhir. Gerakan kita gerakan moral dan lahir dari orang-orang yang berintegritas,” katanya dalam laporan Suara.com, kemarin.
Aparat kepolisian membubarkan kegiatan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di beberapa tempat di Kota Surabaya, Senin, karena tak mengantongi izin keramaian.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan alasan pembubaran kegiatan yang berlangsung di beberapa tempat di Surabaya, seperti di Gedung Juang 45, di Gedung Museum Nahdlatul Ulama, dan di Gedung Jabal Nur.