Cerita Tol Jagorawi, Jalan Bebas Hambatan Pertama di Indonesia

Sabtu, 26 Desember 2020 | 20:20 WIB
Cerita Tol Jagorawi, Jalan Bebas Hambatan Pertama di Indonesia
Salah satu situasi ruas Jalan Tol Jagorawi di kawasan Cibubur, Jakarta, saat berjalannya konstruksi proyek Light Rail Transit (LRT). [Antara]

Suara.com - "Jalan Tol Jagorawi merupakan jalan terbaik yang kita miliki."

Begitulah pernyataan Presiden Soeharto tatkala meresmikan jalan Tol Jagorawi di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur, 9 Maret 1978. Membentang sepanjang 59 kilometer, nama jalan bebas hambatan ini merupakan bentuk akronim dari kata Jakarta-Bogor-Ciawi.

Wajar jika Presiden Soeharto teramat bangga dengan adanya Tol Jagorawi. Sebab, inilah jalan bebas hambatan pertama di Indonesia sebelum disusul pembangunan ribuan kilometer jalan tol lainnya. Oleh PT Jasa Marga, Tol Jagorawi dianggap sebagai masterpiece!

Semula, jalan ini sudah direncanakan pada era pemerintahan Presiden Soekarno di awal tahun 1966 meski akhirnya urung terlaksana. Barulah pada tahun 1970, dipicu kemacetan lalu lintas akibat meningkatnya jumlah kendaraan, Tol Jagorawi kian mendesak untuk segera dibangun. Tercatat pada waktu itu, ada sekitar 222.000 kendaraan yang lalu lalang melintasi jalan raya Jakarta.

Sampai akhirnya, pembangunan jalan tol Jagorawi mulai direalisasikan pada tahun 1973-1978 yang disokong biaya dari APBN serta bantuan dan pinjaman dana asing.

Segala bentuk persiapan dilakukan. Mulai dari konsep, lahan, hingga kontraktor yang mengerjakan dipikirkan dan direncanakan dengan sangat matang demi hasil yang optimal.

Kontroversi tak terelakkan. Kontraktor Hyundari yang berasal dari Korea Selatan dikritik sejumlah pihak karena dinilai mengesampingkan peran sentral anak bangsa.

Kritikan itu salah satunya datang dari Prof. Dr. Rooseno yang kecewa berat karena menurutnya, ada banyak insinyur di dalam negeri yang kompeten untuk mengerjakan pembangunan Tol Jagorawi.

Jika kontraktor asing yang diberi kepercayaan, Rooseno menganggap tenaga kerja Indonesia hanya akan menjadi kuli alias hanya akan menjadi bawahan.

Baca Juga: Tol Tanjung Mulia-Marelan Beroperasi Fungsional Sampai 4 Januari 2021

Rooseno sendiri tidak lain merupakan guru Ir. Sutami yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) [Antara Pustaka Utama, Presiden RI ke II Jenderal Besar H.M. Soeharto dalam Berita: 1976-1978, 2008].

Meski menuai sorotan, Presiden Soeharto bergeming dan yakin keputusannya untuk menggandeng pihak asing adalah yang terbaik. Presiden Soeharto menjelaskan bahwa tidak semua pekerjaan pembangunan Jagorawi dilakukan oleh tenaga asing melainkan terlibat pula peran tenaga kerja Indonesia.

"Walaupun kontraktornya dari luar negeri, namun tidak sedikit pula pikiran dan tenaga kita yang ikut serta menyelesaikan jalan yang istimewa itu,” ucap Presiden Soeharto saat itu.

Pembangunan yang memakan waktu hingga kurang lebih 5 tahun berbuah hasil yang cukup mengesankan. Dengan enam jalur yang ada, yaitu tiga di kiri dan tiga di kanan, membuat masyarakat semakin mudah melakukan perjalanan.

Jalur-jalur tersebut dipisahkan median jalur hijau yang lebar serta jalur hijau (road side) yang cukup luas. Lajur jalan juga tergolong lebar, yakni 3,75 meter jika dibandingkan dengan lebar lajur tol pada umumnya yaitu sekitar 3,5 meter.

Rute lebih lengkapnya, Tol Jagorawi menghubungkan wilayah Jakarta, Cibubur, Citeureup, Bogor dan Ciawi. Adapun biaya pembangunannya mencapai Rp 350 juta per kilometer yang pada 1990, nominal itu sama dengan Rp 575 juta.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI