1. Sebagai senjata pihak-pihak tertentu untuk menakut-nakuti masyarakat
Hal ini pernah terjadi pada masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto. Pasal pelarangan itu merupakan warisan Belanda yang kemudian dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006 dengan pertimbangan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam usulan RUU KUHP, ada kesan pemerintah kembali berusaha menghidupkan pasal pelarangan penghinaan terhadap Presiden dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
2. Pemerintah diberi otoritas untuk mengatur ekspresi masyarakat
Jika RUU KUHP diresmikan, ini seolah-olah memberikan kuasa kepada pemerintah untuk mengatur ekspresi masyarakat kepada pemerintahan dan kepala negara. Hal itu tersirat dalam Pasal 284, berbunyi "Setiap orang yang dimuka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya keonaran dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama (3) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."
Dan juga dalam Pasal 285, berbunyi "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan tuisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman, sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya keonaran dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."
Itulah penjelasan lengkap terkait isu pasal penghinaan presiden. Mulai dari isi pasal-pasal yang dipermasalahkan, fakta menarik hingga polemik yang muncul.
Kontributor : Mutaya Saroh
Baca Juga: Sempat Ditanya Mahfud MD Soal Pasal Penghinaan Presiden, Jokowi: Terserah Legislatif