Humas Polri Stempel Hoax Berita Terkonfirmasi, AJI: Bungkam Kebebasan Pers!

Kamis, 08 Juli 2021 | 18:04 WIB
Humas Polri Stempel Hoax Berita Terkonfirmasi, AJI: Bungkam Kebebasan Pers!
Tangkapan layar stempel hoax humas polri pada berita terkonfirmasi. (tribratanews.bengkulu)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Meskipun, kata Erick, setelah berita itu viral, sehari kemudian Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito, Rukmono Siswishanto melakukan beberapa klarifikasi soal beberapa pasien yang meninggal, tidak tertolong akibat masalah klinis meskipun sudah tersuplai oksigen. Serta berapa jumlah pasien yang tidak tertolong akibat kekurangan tabung oksigen.

Namun, fakta dilapangan bahwa memang oksigen sentral RSUP Dr Sardjito benar-benar langka dan pasien disokong dengan bantuan oksigen tabung, kiriman dari Polda DIY.

"Kondisi kritis tersebut, menyebabkan banyak pasien Covid-19 tidak tertolong," ucap Erick.

Tak hanya disitu, Erick pun mencontohkan bahwa turut pula institusi negara lain  memberikan label hoaks terhadap berita yang merupakan produk jurnalistik.

Seperti stempel hoaks oleh Puspen TNI terhadap kantor berita Reuters tentang enam demonstran tewas ditembak aparat di Papua. Di mana, artikel tersebut juga dipublikasi oleh media online Suara.com.

Menyikapi sejumlah permasalahn itu, AJI menyatakan sikap. Pertama, mencecam Divisi Humas Polri dan Polda Bengkulu yang memberikan cap hoaks terhadap berita yang terkonfirmasi. 

"Laporan tersebut mencantumkan konfirmasi dari pihak RS DR. Sardjito, Yogyakarta melalui bagian humas. Stempel hoaks atau informasi bohong terhadap berita yang terkonfirmasi, merusak kepercayaan masyarakat terhadap jurnalisme profesional, yang telah menyusun informasi secara benar sesuai Kode Etik Jurnalistik," kata Erick.

Kedua, tindakan memberikan cap hoaks secara serampangan terhadap berita merupakan pelecehan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan terhadap jurnalis.

"Pasal 18 Undang-undang Pers menjelaskan sanksi pidana bagi orang yang menghambat atau menghalangi jurnalis dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik. Adapun ancaman pidananya yaitu penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta rupiah," ujarnya.

Baca Juga: Pangdam Jaya: Tolong Tinggal di Rumah, Anggota Saya Sudah Banyak Bertumbangan!

Ketiga, mendesak Divisi Humas Polri mencabut stempel hoaks terhadap berita yang terkonfirmasi tersebut, serta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Apalagi, kata Erick, Pelabelan hoaks akan membuat pers menjadi takut dalam membuat berita atau dikhawatirkan memicu praktik swasensor. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI