Transpuan Makin Termiskinkan saat Pandemi, Bertahan Hidup dengan Mi Instan

Reza GunadhaABC Suara.Com
Rabu, 28 Juli 2021 | 21:42 WIB
Transpuan Makin Termiskinkan saat Pandemi, Bertahan Hidup dengan Mi Instan
ILustrasi - Transpuan di Indonesia. [Suara.com/Fakhri Hermansyah]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebelum pandemi datang menyerang, kaum transpuan di Indonesia sudah termarjinalkan, kerapkali luput dari negara. Kini, ketika covid-19 menerjang, mereka semakin dalam jatuh dalam palung kemiskinan.

JENNY MIKHA, seorang waria atau transpuan yang tinggal di Yogyakarta, baru menyelesaikan isolasi mandiri selama dua minggu saat dihubungi ABC Indonesia, Selasa (27/07).

Jeny Mikha Image: Selama isolasi mandiri, transpuan Jenny Mikha mendapat bantuan dari solidaritas transpuan Yogyakarta. Supplied.

Jenny mengaku bersyukur bisa kembali sehat dan mendapat bantuan selama ia melakukan isolasi mandiri.

“Awalnya saya enggak mau cerita kalau saya sakit, ya saya pikir saya masih bisa tangani sendiri," kata Jenny.

"Tapi karena lagi begini situasinya, saya hubungi Mami Rully kemudian diminta untuk isoman,” kata Jenny.

Selama isoman, Jenny mendapat bantuan logistik dan obat-obatan yang dipasok oleh Mami Rully.

“Dari pemerintah sama sekali enggak ada. Semuanya dari donasi, dari solidaritas aja.”

Transpuan kehilangan pendapatan

Mami Rully yang disebut-sebut Jenny adalah Rully Malay, koordinator Waria Crisis Center Jogjakarta yang juga aktivis di lembaga swadaya masyarakat (LSM) Keluarga Besar Waria Yogyakarta (Kebaya).

Menurut Rully, ada 18 transpuan meninggal dunia di Yogyakarta pada masa pandemi COVID-19.

Baca Juga: Ketika Donasi Jadi Tumpuan Hidup Transpuan di Tengah Pandemi Covid-19

"Teman-teman ini kebanyakan meninggal dunia bukan karena COVID, tetapi lebih karena dampak enggak bisa memenuhi kebutuhan nutrisi dan makanan bergizi," kata Rully kepada ABC Indonesia.

Menurut Rully, banyak transpuan yang mengalami depresi dan penyakit penyerta lain, seperti serangan jantung dan stroke, yang dipicu oleh situasi ekonomi yang sulit.

Rully mencontohkan para transpuan yang berprofesi seperti pengamen, make up artist, atau pekerja di salon, mereka biasanya mendapat rata-rata Rp300.000 sampai Rp1.000.000 rupiah per bulan.

Tapi kini sebagian besar hanya bisa mengandalkan bantuan solidaritas untuk bisa hidup.

“Dulu kami masih bisalah bertahan dengan kondisi yang pas-pasan, tapi sejak pandemi ini memang susah, apalagi setelah lembaga donor juga enggak ada.”

Ia akhirnya berinisiatif membuka dompet donasi untuk para transpuan di Yogyakarta yang hasilnya disalurkan salah satunya kepada Jenny Mikha.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI