Sebelumnya, para jemaah mengungkapkan, jumlah orang yang menghadiri salat di berbagai masjid di negara itu sangat sedikit. Begitu Taliban kembali, jumlah jemaah meningkat perlahan. Setidaknya di Kabul, menurut mereka, ada alasan utama yang mendorong kenaikan jumlah jemaah, insiden pencopetan selama salat spontan berhenti sejak Taliban merebut kota itu.
“Dulu orang-orang juga datang ke masjid, dan mereka datang dalam jumlah besar, tetapi sekarang jumlah itu meningkat lagi. Madrasah juga telah dibuka kembali. In Syaa Allah, efek (rezim Taliban) terhadap ulama dan orang-orang biasa akan meningkat. Pencurian dan penipuan dalam bisnis juga akan diberesi," ujar penduduk lain, Zakir Ullah,
Taliban belum membentuk pemerintahan, meskipun mereka sudah hampir sebulan resmi kembali berkuasa. Pemerintahan mereka sebelumnya ditandai dengan hukuman yang keras. Mereka juga melarang anak-anak perempuan bersekolah dan melarang kaum perempuan kuliah atau bekerja.
Banyak orang Afghanistan dan pemerintah asing khawatir Taliban kembali akan menerapkan praktik seperti itu. Taliban menyatakan bahwa mereka telah berubah tetapi tidak jelas apa maksud perubahan itu dan sejauh ini mereka belum menjelaskan peraturan yang akan mereka terapkan.
"Kami adalah pekerja, tetapi sejak Amir Muslim (Taliban) datang, kami tidak bekerja. Kami meminta mereka secara resmi segera mengumumkan pemerintahan dan membuka lapangan pekerjaan," ujar penduduk Kabul, Jan Agha,
Badan-badan bantuan mengatakan Afghanistan menghadapi bencana kemanusiaan di tengah krisis ekonomi yang disebabkan oleh konflik, kekeringan, dan pandemi COVID-19. Sekitar 18 juta warga Afghanistan - kira-kira setengah dari populasi - sudah membutuhkan bantuan kemanusiaan, menurut para ahli Uni Eropa. (Sumber: VOA Indonesia)