"Tetapi jika belum pasti anggota, bisa dilaporkan ke Dumas Presisi," kata komisioner Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti kepada Suara.com.
Sambil menunggu proses yang sedang berlangsung, Poengky mengingatkan anggota Polri untuk memaknai kritik dari masyarakat sebagai bentuk perhatian dan kemudian melakukan introspeksi.
"Tetap kedepankan profesionalitas. Jaga sopan santun, jangan menunjukkan arogansi. Polisi itu tugasnya melayani, mengayomi, melindungi masyarakat dan menegakkan hukum guna mewujudkan Harkamtibmas," kata dia.
Pemilik akun Twitter @fchkautsar menjelaskan bahwa tweet-nya bukan dimaksudkan untuk menghina institusi tertentu. Dia menyebutkan hanya menyampaikan isi hati.
"Bagaimana twit awalnya nggak relate sama banyak orang, cara ngerespons shitpost keluhan aja kayak begitu," ujarnya.
Peneliti dari Kontras Rivanlee Anandar saat dihubungi Suara menyebut kasus ini menguatkan anggapan bahwa polisi tidak siap menerima masukan dari masyarakat.
“Dari reaktifnya anggota kepolisian di media sosial atas keluhan, sindiran, kritikan publik menunjukkan anggota kepolisian tak siap dengan hal itu. Respons institusi mestinya harus dibedakan dengan respons personal,” kata Rivanlee.
Kritik publik mestinya ditanggapi dengan positif dan menjadikannya sebagai bahan untuk perbaikan, "bukan ejekan terhadap institusi.”
Polri harus memahami bahwa kritik dalam bentuk aksi massa sampai dengan keluhan atau sindiran di media sosial adalah varian kritik yang terus tumbuh karena generasi serta variabel lain (seperti, teknologi informasi) terus muncul.
Baca Juga: Diteror Gara-gara Cuitan, Komisi III Minta Propam Tindak Tegas Polisi Pengancam Warganet
Tidak bisa serta merta sepihak subjektif lalu bersikap sewenang-wenang mengancam dan sebagainya, kata Rivanlee.
Jika polisi tidak memiliki kemampuan memahami masukan publik, "kritik publik hanya akan terus dianggap sebagai ancaman semata bukan masukan terhadap institusi Polri. Polri harus menyesuaikan responsnya dengan perkembangan serta kultur yang tumbuh. Tidak bisa terus memaksakan penilaian subjektif karena polisi harus bisa melindungi ekspresi warga negara yang menjadi bagian dari hak asasi manusia.” [Rangkuman laporan Suara.com]