Selain itu, mereka juga berpegang pada hadis riwayat Anas bin Malik yang artinya sebagai berikut:
"Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian ia sakit. Maka, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: “Masuk Islam-lah!” Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata:‘Taatilah Abul Qasim (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam).” Maka anak itu pun masuk Islam. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar seraya bersabda: 'Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka'" (HR Bukhari, No. 1356, 5657)
Menanggapi hadis tersebut, ibnu Hajar berkata: "Hadis ini menjelaskan bolehnya menjadikan non-Muslim sebagai pembantu, dan menjenguknya jika ia sakit". (A-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, juz 3, halaman 586).
Saling Menghormati Perbedaan
Karena perbedaan pandangan mengenai hukum mengucapkan selamat Natal, tidak lantas ada hukum mutlak bagi orang Muslim yang mengucapkan selamat Natal ke umat Kristiani.
Adanya perbedaan pandangan mengenai hukum mengucapkan selamat Natal sebaiknya disikapi dengan bijak. Perbedaan yang ada tidak boleh menimbulkan konflik dan perpecahan.
Permasalahan mengenai hukum mengucapkan selamat Natal masuk dalam kategori permasalahan ijtihadi yang berlaku kaidah permasalahan yang masih sementara, permasalahan yang sudah disepakati boleh ditolak, permasalahan yang sudah disepakati boleh ditolak.
Oleh karenanya, jangan sampai ada pihak tertentu yang mengklaim pendapatnya paling benar dan pendapat lainnya salah. Sebaiknya kita sama-sama saling menghormati pilihan orang lain tanpa harus memaksakan orang lain sependapat dengan kita.
Itulah penjelasan mengenai hukum mengucapkan selamat Natal. Semoga bermanfaat!
Baca Juga: Menangis Ungkap Alasan Pindah Agama, Asmirandah: Tuhan Yesus Memilih Saya