Sementara hakim Rosmina menilah perhitungan kerugian negara oleh KPK tidak cermat.
BPK, menurut Rosmina, menghitung kerugian negara dengan cara menghitung selisih nilai pembayaran pembangunan dan pengiriman dan pemeliharan 3 unit QCC dengan nilai realiasi pengeluaran HDHM.
Sedangkan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK memilih untuk (A) menghitung jumlah bersih yang diterima HDHM dari pembayaran Pelindo II, (B) menghitung jumlah pengadaan 3 QCC yaitu nilai HPP di manufaktur di China ditambah dengan margin keuntungan wajar dan biaya lain-lain termasuk biaya pengiriman dan biaya lainnya sampai siap dipakai oleh Pelindo II sehingga jumlah kerugian negara adalah poin (A) dikurangi poin (B).
10. Perkara Asabri

Untuk pertama kalinya semenjak penerapan UU Pemberantasan Tipikor disahkan, JPU mengajukan tuntutan mati kepada terdakwa kasus korupsi.
Terdakwa yang dituntut hukuman mati adalah Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat karena dinilai melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp22,788 triliun dari pengelolaan dana PT. Asabri (Persero) serta pencucian uang.
"Menyatakan terdakwa Heru Hidayat terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan primer dan kedua primer. menghukum terdakwa heru hidayat dengan pidana mati," kata JPU Kejaksaan Agung Budiman di pengadilan Tipikor Jakarta pada 6 Desember 2021.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pasal 2 ayat (1) atau pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain dituntut hukuman mati, Heru Hidayat juga diwajibkan membayar pidana uang pengganti sebesar Rp12,643 triliun.
Baca Juga: Dituntut Mati di Kasus Asabri, Heru Hidayat: Ini Sangat Zalim
Heru Hidayat diketahui juga sudah dipidana seumur hidup dalam kasus korupsi Asuransi Jiwasraya yang nilai kerugian negaranya mencapai Rp16,807 triliun.
"Skema kejahatan yang dilakukan terdakwa baik dalam perkara a quo maupun perkara korupsi Jiwasraya sangat sempurna sebagai kejahatan yang 'complicated, karena dilakukan dalam periode panjang dan berulang-ulang, menimbulkan korban baik secara langsung dan tidak langsung yang sangat banyak dan bersifat meluas, secara langsung akibat perbutan terdakwa telah memakan korban anggota TNI/Polri dan ASN/PNS di Kementerian Pertahanan yang menjadi peserta Asabri dan juga ratusan nasabah pada polis Jiwasraya yang juga berdampak sangat besar bagi keluarganya," ungkap jaksa saat menyampaikan pertimbangan tuntutan mati bagi Heru.
Perbuatan Heru juga disebut telah mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat dan telah menghancurkan negara karena telah menerobos sistem regulasi dsn sistem pengawasan di pasar modal dan asuransi dengan sindikat kejahatan yang sangat luar biasa berani, tidak pandang bulu, serta tanpa rasa takut dalam dirinya dalam memperkaya diri secara melawan hukum.
"Terdakwa Heru Hidayat tidak memiliki sedikitpun empati dengan mengembalikan hasil kejahatan yang diperoleh secara sukarela serta tidak pernah menunjukkan perbuatan yang dilakukannya adalah salah, bahkan sebaliknya berlindung di suatu perisai yang sangat keliru dan tidak bermartabat bahwa kegiatan di pasar modal adalah perbuatan lazim dan lumrah," tambah jaksa.
Selain Heru, ada enam terdakwa lain yang dituntut hukuman penjara dengan lama pemidanaan bervariasi.
Mereka adalah Dirut PT Asabri Maret 2016 - Juli 2020 Letjen Purn Sonny Widjaja dituntut 10 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan; Dirut PT Asabri 2012 - Maret 2016 Mayjen Purn. Adam Rachmat Damiri yang dituntut hukuman 10 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan; Direktur Investasi dan Keuangan PT. Asabri 2012 - Juni 2014 Bachtiar Effendi dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.