Sebut Demokrasi Menurun, KontraS Ungkap 10 Cara Negara Bungkam Masyarakat Sipil

Kamis, 06 Januari 2022 | 17:12 WIB
Sebut Demokrasi Menurun, KontraS Ungkap 10 Cara Negara Bungkam Masyarakat Sipil
ILUSTRASI: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyusun catatan soal situasi dan kondisi hak asasi manusia (HAM) di Indonesia dalam kurun waktu satu tahun terakhir. (Suara.com/Yosea Arga)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kedua, adalah Surat Telegram Kapolri Nomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 tentang Patroli Cyber Isu RUU Cipta Kerja. Dalam catatan KontraS, surat telegram itu semakin menunjukan watak represif institusi Kepolisian dalam menyikapi suara yang berbeda dengan narasi pemerintah.

Ketiga, patroli siber atau virtual police sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Nomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. Hal itu dalam pandangan KontraS bersifat menindak dan mengatur ekspresi warga negara.

"Seharusnya penindakan diperuntukkan bagi mereka yang melakukan tindakan kriminal lewat media sosial, seperti penipuan online, pelecehan secara daring, dan lain-lain," beber Rozi.

Keempat, kriminalisasi dengan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan yang begitu diskriminatif dalam penggunaan pasalnya. Kelima adalah maklumat Kapolri Nomor MAK/2/III/2020 tentang Kepatuhan Terhadap Pebijakan pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona atau Covid-19.

Keenam adalah Surat Telegram Nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 tentang Pelaksanaan Peliputan Bermuatan Kekerasan dan atau Kejahatan dalam Program Siaran Jurnalistik. Hal itu berpotensi mengkriminalisasi masyarakat yang mengunggah video berkaitan dengan kekerasan dan kinerja buruk Kepolisian.

Ketujuh, somasi yang dilayangkan pejabat publik semakin menegaskan bahwa pemangku kebijakan saat ini anti kritik.

Kemudian delapan, pelibatan TNI dan BIN dalam Penanganan Pandemi Covid-19 yang memperlihatkan bentuk campur tangan terlalu jauh militer terhadap urusan sipil.

Selanjutnya poin kesembilan, terkait penghapusan mural yang semakin memperlihatkan watak anti kritik pemerintah.

Kesepuluh, penangkapan pembentang poster yang semakin mempertegas watak represif Kepolisian khususnya terhadap pengkritik pemerintah.

Baca Juga: KontraS Sebut Kondisi Demokrasi Indonesia Mengalami Penyusutan

Rozi menegaskan, pola-pola semacam tentu tidak dapat diteruskan. Sebab akan memperparah kondisi dan situasi demokrasi di Indonesia tahun 2022.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI