Suara.com - Salah satu Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah (Jateng) yang juga perwakilan dari Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) mengungkapkan kondisi terkini pascainsiden kericuhan dengan aparat saat pengukuran tanah yang akan dijadikan lokasi penambangan batuan andesit untuk pembangunan proyek Bendungan Bener.
Ia mengatakan masih banyak aparat kepolisian dan TNI yang setiap hari pagi dan sore lalu lalang di desanya.
"Situasi terkini di lapangan, masih banyak atau setiap hari, itu lalu lalang aparat TNI maupun kepolisian ini setiap hari seharian penuh, datang pagi pulang sore," ujar perwakilan GEMPADEWA dalam sebuah wawancara dengan radio MQFM Jogja yang disiarkan di Youtube MQFM Jogja pada Jumat (18/2/2022).
Diketahui, sebelumnya aparat polisi melakukan kekerasan terhadap warga yang menolak penambangan batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener, serta menangkap 64 orang Warga Wadas, termasuk anak-anak dan lansia.
Banyaknya aparat polisi yang masih berlalu lalang membuat warga trauma dengan kehadiran petugas penegak hukum di Desa Wadas yang dikhawatirkan bakal memicu insiden kericuhan terulang lagi.
Perwakilan GEMPADEWA itu mengatakan warga juga masih takut untuk melakukan aktivitas bekerja seperti biasanya.
"Ini menjadikan trauma pada warga, sehingga banyak mereka-mereka, teman-teman, warga yang trauma sehingga pekerjaannya itu dikesempingkan karena takut akan prahara pada 8 Februari kemarin, sehingga aktivitas belum pulih penuh lah, hanya sekira saja untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan, sehingga masih trauma sekali," ucap perwakilan GEMPADEWA.
Tak hanya itu, perwakilan GEMPADEWA juga menyebut warga yang propenambangan mendapat bantuan setiap hari. Meski begitu, perwakilan GEMPADEWA tidak menyoal bantuan tersebut. Namun, mereka mengaku trauma dengan mondar-mandirnya aparat yang hingga kini masih terus ada.
"Bantuan merata bagi orang yang pro merata, dibantu semua. Jadi setiap hari lalu lalang lewat depan rumah itu, saya tahu mobil dua truk dan motor-motor masih ada sampai sekarang dan kami nggak papa, nggak dapat tapi kami melihat (aparat) itu aja kami trauma," papar perwakilan GEMPADEWA.
Baca Juga: Kisruh di Desa Wadas Menjadi Isu Nasional, Tokoh NU di Purworejo Minta Pemda Dievaluasi
Perwakilan GEMPADEWA itu juga menyebut bantuan tersebut diantaranya pemberian sembako, bantuan pembuatan septic tank dan lainnya.
"Sembako, ada bantuan pembuatan septic tank dan banyak yang saya dengar gitu sampai hari ini, itu (yang kerjakan) aparat tentara TNI dan polisi kepada warga-warga yang pro. Kemudian untuk mengelabui kejelekan mereka, misalnya mengecat masjid dan sebagainya itu memang kami tidak butuhkan seperti itu," katanya.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Beka Ulung Hapsara mengungkapkan empat temuan awal Komnas HAM terkait insiden 8 Februari 2022 di Desa Wadas.
Temuan pertama yakni adanya kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian saat proses pengukuran di lahan warga.
"Saya mengkonfirmasi betul, bahwa ada kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian pada saat pengamanan pengukuran di lahan warga yang sudah setuju, itu saya konfirmasi," ujar Beka Ulung dalam diskusi 'Wadas : Panggilan Kemanusiaan Dalam Pembangunan' pada Selasa (15/2/2022).
Dalam proses pengukuran lahan untuk penambangan batuan andesit pada Selasa, 8 Februari 2022 diwarnai dengan ketegangan. Puluhan orang ditangkap dan diamankan pihak kepolisian. Temuan awal kedua kata Beka Ulung yakni ada beberapa warga belum kembali ke rumah masing-masing karena ketakutan.