"Cepat dan sederhana sekali, butuh 10 menit saja di dapur. Gampang."
Sebagai penggemar mi instan, Aisha terkejut mendengar bahwa perang di Ukraina akan menaikkan harga produk tersebut.
"Tidak pernah terbayang apa dampak dari kejadian seperti ini," katanya.
"[Tapi] sebagai seseorang yang sering makan mi instan, pada akhirnya, saya lebih mengkhawatirkan kondisi warga di Ukraina, Rusia, dan negara sekitarnya."
Sementara itu, harga produk mi instan Bakmi Mewah di Australia sudah naik 15-20 persen karena masalah rantai pasokan selama pandemi, menurut agen PT Mayora Indah di Australia, Anthonius Auwyang.
Ia mengatakan perang kemungkinan akan menimbulkan kenaikan harga lagi.
Walau PT Mayora Indah tidak membeli gandum dari Ukraina, Anthonius mengatakan perang akan mempengaruhi harga produk mereka secara tidak langsung.
"Akibat perang, [harga] pengangkutan jadi naik, mahal, produk makanan juga naik," katanya.
"Untuk efek long nya [jangka panjang] pasti ada tapi immediately [dalam waktu dekat] ini kayaknya enggak juga karena sebenarnya Australia masih melakukan supply ke Indonesia."
Baca Juga: Rusia Blokir Jalur Utama Ekspor Gandum, Pasokan Pangan Dunia Terancam
PT Indofood yang memproduksi Indomie sebagai merek mi instan paling terkenal di Indonesia tidak menanggapi pertanyaan dari ABC.
Namun, Direktur Utama PT Indofood Franciscus Welirang mengatakan peningkatan harga mi instan hanyalah spekulasi.
Franciscus juga mengatakan bahwa perusahaannya masih memiliki persediaan gandum dari Ukraina yang diimpor Februari lalu.
"Sampai hari ini, sampai bulan depan, dan dua bulan ke depan, menurut saya tidak ada gangguan kok," ujar kepada CNNIndonesia.com (04/03).
Menurut World Instant Noodles Association, kenaikan harga juga akan terjadi di Jepang, yang termasuk lima negara yang mengonsumsi mi instan terbanyak di dunia.
"Harga bahan, termasuk gandum dan kelapa sawit sudah naik dan pabrik besar di sini sudah memutuskan untuk menaikan harga lima sampai 12 persen," ujar juru bicara organisasi tersebut.