Selama ini, menurut Bambang, tiap negara memang memiliki dana masing-masing yang dialokasikan untuk masalah kesehatan.
Selain itu ada juga institusi seperti Bank Dunia atau Bank Pembangunan Asia yang dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada negara-negara anggotanya untuk keperluan kesehatan.
Namun semua itu untuk skema pinjaman dalam kondisi normal, seperti untuk memperbaiki hal-hal terkait kesehatan dasar misalnya perbaikan gizi.
"Tapi belum pernah berhadapan dengan kondisi luar biasa seperti pandemi, yang kebutuhan dananya mungkin di atas yang bisa diberikan sekarang oleh masing-masing lembaga pemberi pinjaman tadi. Ini (masalah) kesehatan sudah serius, akibatnya tidak main-main karena global, semuanya kena, jadi harus ada yang namanya Global Health Fund… Jadi semua dana untuk kesehatan dikelola dalam satu wadah, tidak terpecah-pecah di berbagai institusi," ujar Bambang.
Ia menambahkan, apabila lembaga ini terbentuk, nantinya WHO akan tetap berperan dalam menyiapkan program apa saja yang harus dibuat oleh setiap negara untuk menghadapi pandemi berikutnya.
"WHO yang setting agenda dan program, nanti dananya di-manage oleh Global Health Fund tersebut. Jadi nanti peran WHO tidak sekadar beri daftar vaksin yang sudah bisa diterima, tapi juga langsung in action, langsung bisa pendekatan preventif terhadap terjadinya pandemi."
Para ahli dan peneliti dari negara-negara G7 dan G20 yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, membahas pendekatan bersama untuk mengatasi tantangan global yang paling penting dalam forum Global Solutions Summit 2022 di Berlin, Jerman pada 28-29 Maret 2022. Selain dihadiri beberapa menteri dari Indonesia, Kanselir Jerman Olaf Scholz juga turut berdiskusi dalam acara ini.
Bettina Thoma-Schade turut berkontribusi dalam artikel ini
