Dia akan mencari kesepakatan bilateral dengan Cina untuk menyelesaikan perbedaan antara Filipina dan Cina. "Jika Anda membiarkan AS masuk, Anda menjadikan Cina musuh Anda,” katanya kepada Radio DZRH.
"Saya pikir kita bisa mencapai kesepakatan (dengan Cina). Faktanya, orang-orang dari kedutaan Cina adalah teman saya. Kami telah membicarakan hal itu."
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan pada hari Rabu (11/05), bahwa kedua negara "saling berhadapan di seberang perairan, menikmati persahabatan tradisional yang sudah berlangsung lama" dan Cina tetap "berkomitmen untuk bertetangga baik" di bawah pemerintahan yang akan datang.
Antonio Carpio, mantan Hakim Mahkamah Agung yang memimpin tim hukum Filipina di pengadilan arbitrase, mengatakan sikap Marcos adalah "pengkhianatan".
"Dia memihak Cina melawan Filipina," katanya. Rommel Banlaoi, pakar keamanan yang berbasis di Manila, mengatakan Marcos Jr. menginginkan hubungan yang lebih bersahabat dengan Cina, tetapi tidak dengan mengorbankan wilayah.
"Dia terbuka untuk konsultasi langsung dan negosiasi bilateral dengan Cina untuk menyelesaikan perbedaan mereka," katanya.
"Dia bersedia untuk mengeksplorasi bidang kerja sama pragmatis dengan Cina, termasuk pengembangan gas alam dan minyak di Laut Filipina Barat."
'Paksaan dan agresi' Amerika Serikat telah meningkatkan keterlibatannya di Asia Tenggara dalam beberapa bulan terakhir untuk memerangi "pemaksaan dan agresi" Cina di kawasan itu.
Pada Maret dan April lalu, lebih dari 5.000 personel militer AS melakukan latihan gabungan dengan pasukan Filipina, menjadikannya latihan terbesar dalam tujuh tahun terakhir.
Baca Juga: Profil Bongbong Marcos Jr, Presiden Terpilih Filipina Anak Ferdinand Marcos Sang Diktator
Renato Cruz De Castro, seorang analis urusan internasional di universitas De la Salle di Manila, mengatakan manuver tersebut menyoroti bagaimana keharusan strategis telah memaksa Presiden Filipina Rodrigo Duterte untuk membangun hubungan yang kuat dengan Washington.