"Kenalno, niki pak Prabu. kepala Desanya. koncone mas ku. pak Prabu, niki rencang kulo yang dari Kota S, mau melaksanakan kegiatan KKN di kampung panjenengan" (Kenalkan, ini pak Prabu, kepala Desa teman kakakku, pak Prabu, ini teman saya yang dari kota, yang rencananya mau KKN"
Pak Prabu memperkenalkan diri, bercerita tentang sejarah desanya, di tengah ia bercerita, Widya pun bertanya kenapa desanya harus sepelosok ini, dengan tawa sumringah, pak Prabu menjawab.
"Pelosok yok nopo toh mbak, Jarak ke dalan gede cuma setengah jam kok"
(Pelosok bagaimana maksudnya mbak, bukanya jarak ke jalan besar hanya 30 menit)
Tatapan bingung Widya, disambut tatapan bertanya oleh semua temanya, seolah pertanyaanya kok membingungkan.
"Mbak'e paling pegel, wes, tak anter nang ndi sedoyo bakal tinggal" (mbaknya mungkin capek, jadi, mari, tak antar ke tempat dimana nanti kalian tinggal)
Di tengah kebingungan itu, Ayu menegur Widya. "maksudmu opo to Wid, takon koyok ngunu? garai sungkan ae" (maksudnya bagaimana tah Wid, kok kamu tanya seperti itu, buat saya sungkan saja kamu)
Di situ, Widya menyadari, ada yang salah.
Tempat menginap untuk laki-laki adalah rumah gubuk yang dulunya seringkali dipakai untuk posyandu, tapi sudah diubah sedemikian rupa, meski beralaskan tanah, tapi di dalamnya sudah ada bayang (Ranjang tidur) beralaskan tikar.
Baca Juga: Lokasi KKN di Desa Penari Dimana? Ini Tempat Paling Mistis di Pulau Jawa
Sedangkan untuk perempuan, menginap di salah satu rumah warga.
Di dalam kamar, Widya pun bertanya, maksud ucapanya kepada pak Prabu, karena sepanjang perjalanan, bila di rasakan oleh Widya sendiri, itu lebih dari satu jam, Ayu membantah bahwa lama perjalanan tidak sampai selama itu, anehnya, Nur memilih tidak ikut berdebat.
Nur, lebih memilih untuk diam.
"Ngene, awakmu krungu ora, nang dalan alas mau, onok suara gamelan?" (gini, kamu dengar apa tidak , di jalan tadi, ada suara orang memainkan gamelan?)
"Yo paling onok hajatan lah, opo maneh" (ya palingan ada warga yang mengadakan hajatan, apalagi)
Berbeda dengan Ayu, Nur, menatap Widya dengan ngeri.