Meskipun para politisi sepakat pada Senin malam untuk memilih presiden baru dari barisan mereka pada 20 Juli, namun mereka belum memutuskan siapa yang akan mengambil alih posisi perdana menteri dan mengisi jabatan kabinet.
Presiden baru disepakati akan menjalankan sisa masa jabatan Rajapaksa, yang berakhir pada 2024 – dan berpotensi menunjuk perdana menteri baru, yang kemudian harus disetujui oleh parlemen.
Untuk saat ini, perdana menteri akan menjabat sebagai presiden sampai penggantinya dipilih, pengaturan yang dipastikan semakin menyulut kemarahan demonstran.
Korupsi dan salah urus pemerintahan telah membuat negara kepulauan itu dibebani utang luar negeri serta tidak mampu membayar impor untuk kebutuhan bahan pokok.
Kondisi ini memicu keputusasaan di antara 22 juta penduduk di negara itu.
Aksi demo terus berlanjut
Pada hari Selasa (12/07), para pemimpin agama Sri Lanka mendesak demonstran untuk meninggalkan gedung-gedung pemerintahan.
Namun para demonstran telah bersumpah untuk terus melanjutkan aksinya sampai Rajapaksa dan Wickremesinghe dicopot dari jabatannya.
Setelah penyerbuan gedung-gedung pemerintahan, "Jelas ada konsensus di negara ini bahwa kepemimpinan pemerintah harus berubah," kata Jehan Perera dari lembaga pemikir Dewan Perdamaian Nasional Sri Lanka.
Demonstrasi selama berbulan-bulan telah menghancurkan dinasti politik Rajapaksa, yang memerintah Sri Lanka selama hampir dua dekade terakhir.
Baca Juga: Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Melarikan Diri Meninggalkan Negaranya
Para pengunjuk rasa menuduh presiden dan kerabatnya menyedot uang dari kas pemerintah selama bertahun-tahun dan Pemerintahan Rajapaksa telah mempercepat keruntuhan negara karena salah mengelola ekonomi.