Jika Bertemu Soekarno, Anak Ingin Curhat Soal AI! Begini Kisah Kemerdekaan dari Sekolah Rakyat

Sabtu, 16 Agustus 2025 | 12:20 WIB
Jika Bertemu Soekarno, Anak Ingin Curhat Soal AI! Begini Kisah Kemerdekaan dari Sekolah Rakyat
Azka, siswa Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 6 Jakarta, Sentra Handayani. [Suara.com/Lilis]

Suara.com - Di tengah riuh rendah perayaan kemerdekaan, kata "merdeka" sering kali terdengar agung dan kompleks. Namun, di sebuah sekolah sederhana di Bambu Apus, Jakarta Timur, makna kemerdekaan justru terdengar begitu jernih, tulus, dan penuh harapan dari suara anak-anak Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 6 Jakarta, Sentra Handayani.

Bagi mereka, kemerdekaan bukanlah sekadar teks proklamasi atau cerita perang di buku sejarah. Merdeka adalah ruang kelas tempat mereka belajar, seragam yang mereka kenakan dengan bangga, dan kanvas kosong untuk melukis cita-cita setinggi langit.

Di sudut sekolah, Aina Faida Azmi, atau akrab disapa Ifa, menyuarakan makna kemerdekaan dengan mata berbinar. Baginya, merdeka adalah hak paling mendasar yang ia syukuri setiap hari; kesempatan untuk bisa belajar.

“Merdeka itu bisa belajar. Aku suka belajar biar pintar. Aku suka belajar olahraga dan menggambar,” ujar Ifa penuh semangat saat ditemui Suara.com beberapa waktu lalu.

Aina Faida Azmi, siswi Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 6 Jakarta, Sentra Handayani. [Suara.com/Lilis]
Aina Faida Azmi, siswi Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 6 Jakarta, Sentra Handayani. [Suara.com/Lilis]

Di benaknya, pahlawan yang paling berjasa atas kemerdekaannya untuk bersekolah adalah RA Kartini. Polos, ia membayangkan jika bisa bertemu langsung dengan sang pelopor emansipasi itu.

“Mau bilang terima kasih aja ke RA Kartini karena udah ngebantu para perempuan bisa sekolah,” katanya tulus.

Dari rasa terima kasih itu, lahir sebuah cita-cita mulia. Ifa tidak ingin kemewahan belajar ini hanya ia rasakan sendiri. Ia bermimpi, suatu saat nanti, semua anak Indonesia bisa merasakan hal yang sama.

“Aku pengen semua sekolah gratis, jadi semua anak bisa sekolah, ngerasain hal yang sama, gak beda-beda gitu,” ucapnya sambil tersenyum.

Lain lagi dengan Fauza Kamila. Di usianya yang belia, ia memaknai kemerdekaan sebagai sebuah perjuangan kolektif. Baginya, merdeka terasa nyata saat ia dan teman-temannya bisa bergotong royong, membangun sesuatu bersama untuk kemajuan.

Baca Juga: Mencari Makna Merdeka di Tengah Gelombang PHK Media

Kekagumannya tertuju pada sosok pahlawan revolusi, Pierre Tendean. Bukan sekadar nama, Fauza ingin menyelami jiwa sang pahlawan.

“Aku pengen dengar gimana rasanya jadi pahlawan yang bela negara dengan tidak patah semangat. Terus aku pengen dengar juga gimana caranya jadi pahlawan yang bermakna bagi negara,” ujarnya dengan sorot mata serius.

Fauza Kamila, siswi Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 6 Jakarta, Sentra Handayani. [Suara.com/Lilis]
Fauza Kamila, siswi Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 6 Jakarta, Sentra Handayani. [Suara.com/Lilis]

Inspirasi itu tak berhenti di angan-angan. Fauza telah memantapkan langkahnya untuk mengikuti jejak sang pahlawan dengan caranya sendiri. Ia ingin mengabdi, menjaga kemerdekaan yang telah direbut dengan darah.

“Kalau aku udah lulus SMA atau SMK, aku mau daftar Kopassus. Insyaallah lulus,” ucapnya.

Sementara itu, Azka punya pandangan yang tak kalah unik. Setiap kali mendengar kata "merdeka", memorinya langsung tertuju pada keriuhan lomba 17 Agustus-an di kampungnya.

“Merdeka itu harus selalu ikut lomba. Kalau di rumah selalu ikut lomba tangkap belut,” katanya sambil tertawa lepas, menunjukkan sisi kemerdekaan yang penuh suka cita.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI