Protes ke Pemerintah dan ITDC, ASLI Mandalika: Tuntaskan Sengketa Lahan dan Penuhi Hak Masyarakat Terdampak

Minggu, 14 Agustus 2022 | 04:15 WIB
Protes ke Pemerintah dan ITDC, ASLI Mandalika: Tuntaskan Sengketa Lahan dan Penuhi Hak Masyarakat Terdampak
Sekelompok masyarakat yang tergabung ASLI -Mandalika protes ke pemerintah dan ITDC untuk menuntaskan permasalahan sengketa lahan bagi masyarakat yang terdampak pembangunan KEK Mandalika. (ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Masalahnya kata Sahnan, selain klaim PT ITDC yang menyatakan bahwa semuanya sudah “clean and clear", subjek dan objek sengketa lahan yang belum terselesaikan berdasarkan data yang dimiliki oleh Satgas, belum mencakup seluruh warga dan sampai saat ini belum mendapatkan ganti rugi atas lahannya.

Sementara kata dia, yang terdaftar dalam data Satgas sekalipun, terus didorong untuk melakukan gugatan kepada pengadilan. Pasalnya yang selama ini dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan dan koordinasi yang dijalankan oleh pemerintah melalui satgas yang telah dibentuk, hanya melibatkan sebagian warga yang memiliki pendamping hukum saja.

"Sementara warga yang tidak melakukan gugatan ke Pengadilan dan tidak memiliki kuasa hukum, tidak dilibatkan sama-sekali," tutur Sahnan.

Lebih lanjut, Sahnan menjelaskan skema lainnya yang saat ini dilakukan oleh PT. ITDC yakni mendatangi warga satu-persatu atau house to house dan hanya menawarkan sejumlah kompensasi. Nilainya berkisar Rp. 3 juta, 10 juta hingga Rp. 45 juta yang mencakup ganti rugi lahan, tempat tinggal dan, tanaman.

"Tentu saja tawaran tawaran tersebut merupakan tawaran yang sangat tidak adil dan tidak bertanggungjawab," ungkap Sahnan.

Selain itu, permasalahan lainnya kata Sahnan, berkaitan dengan relokasi. Jumlah yang tercover di dalam penerima hak relokasi hanya mengakomodir sebagian kecil warga saja.

Ia kemudian memaparkan secara teritorial dan keadaan bangunan rumah relokasi, masih jauh dari kata layak. Area relokasi yang disediakan oleh Pemerintah berada ditempat yang jauh dari lokasi tempat tinggal sebelumnya.

Sehingga berakibat pada terputusnya hubungan warga penerima relokasi dengan wilayah kelola atau tempat kerja sebelumnya, baik warga yang menjadi petani, nelayan maupun penggembala ternak, yang pastinya tidak akan bisa dilakukan lagi secara bebas ditempat relokasi yang disediakan.

Disamping itu kata Sahnan, bangunan relokasi yang disediakan hanya terdapat sekitar 65-unit yang dialokasilkan untuk sekitar 120 KK dan untuk sejumlah fasilitas umum .

Baca Juga: Banyak Peluang Kerja Baru di Era Digitalisasi

"Artinya bahwa jumlah bangunan yang disediakan juga belum sesuai dengan jumlah warga yang mestinya menerima relokasi, serta syarat syarat penerima relokasi yang dibuat buat seperti salah satunya adalah “hilangnya hak mendapatkan relokasi bagi warga yang masih memperjuangkan hak ganti rugi lahan," imbuhnya.

Permasalahan lainnya kata Sahnan, yakni tidak adanya jaminan akses perkejaan bagi warga terdampak.

ASLI-Mandalika kemudian menilai pemerintah dan pengembang mungkin benar akan membutuhkan sekitar 85.000 tenaga kerja seperti yang dijanjikan.

Namun itu tetap akan menjadi hal yang sulit untuk diakses oleh warga terdampak jika tidak disertai dengan rencana pemberdayaan dan peningkatan kapasitas yang adil dan memadai.

Sehingga warga terdampak memiliki kapasitas formil dan skill untuk bisa mengakses lapangan pekerjaan di dalam kawasan.

"Sehingga kedepan warga tidak lagi dibenturkan dengan alasan-alasan administratif yang selanjutnya melegitimasi perdagangan tenaga kerja melalui yayasan-yayasan penyalur tenaga kerja, dan terus menempatkan warga terdampak hanya sebagai manusia yang asing dan termarjinalkan didaerahnya sendiri," papar Sahnan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI