Tutup Asa Keluarga Korban Pelanggaran HAM Cari Keadilan, KontraS Sebut Keppres PPHAM Bentuk Siasat Sesat Negara

Kamis, 22 September 2022 | 13:37 WIB
Tutup Asa Keluarga Korban Pelanggaran HAM Cari Keadilan, KontraS Sebut Keppres PPHAM Bentuk Siasat Sesat Negara
Tutup Asa Keluarga Korban Pelanggaran HAM Cari Keadilan, KontraS Sebut Keppres PPHAM Bentuk Siasat Sesat Negara. [ kontras.org]

Suara.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan pengesahan Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM (PPHAM) Non Yudisial yang baru saja dipublikasikan oleh pemerintah. Pasalnya, sejak awal wacana PPHAM Non Yudisial telah menuai polemik.

"Sejak awal, wacana PPHAM (Pembentukan Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Non Yudisial) memang sudah menuai polemik," kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dalam siaran persnya, Kamis (22/9/2022).

Fatia mengatakan, polemik itu adalah ketergesaan dalam menuliskan materi, ketidakterbukaan terhadap publik, bahkan upaya memasukkan nama-nama tertentu tanpa konfirmasi.

Sejumlah polemik tersebut, dalam pandangan KontraS, tentu akan berpotensi membuat impunitas semakin menguat di Indonesia.

Baru-baru ini, KontraS menerima kertas kebijakan yang berisi tentang PPHAM yang ditandatangani oleh Sekretariat Negara tanggal 26 Agustus 2022. Namun, KontraS menemukan sejumlah kejanggalan atas keberadaan dokumen tersebut.

Pertama, dokumen itu didapati dari informasi yang tersebar di khalayak ramai. Padahal, KontraS telah menempuh berbagai macam jalur untuk meminta dokumen Keppres secara resmi melalui lembaga terkait.

Pada 23 Agustus 2022, KontraS mengirimkan surat keterbukaan informasi publik ke tiga lembaga negara, yakni Sekretariat Negara, Kemenkopolhukam, dan Kemenkumham. Hal itu dilakukan guna memastikan informasi mengenai Keppres PPHAM dan memohonkan dokumen maupun supporting paper mengenai Keppres ini.

Pada 2 September 2022, KontraS telah menerima balasan dari Sekretariat Negara. Balasan itu menyatakan informasi yang dimintakan bukan merupakan kewenangan lembaga tersebut dan menyarankan untuk meminta informasi terkait ke Kemenkopolhukam dengan mekanisme Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Selanjutnya, pada 16 September 2022, Kemenkopolhukam membalas surat KIP tersebut yang pada intinya menyatakan bahwa dokumen yang dimintakan oleh KontraS, belum diterima oleh Kemenkopolhukam.

Baca Juga: Pelanggaran HAM Berat Paniai Hanya 1 Terdakwa, KontraS: Jaksa Jangan Terkesan Lindungi Pelaku!

"Namun, pada 20 September 2022, kami menerima informasi bahwa Keppres tersebut sudah ditandatangani oleh Setneg sejak tanggal 26 Agustus 2022, tepat dua hari setelah permohonan informasi yang kami ajukan diterima secara resmi oleh Sekretariat Negara. Hingga kini, dokumen tersebut belum diunggah di situs resmi kementerian manapun," jelas Fatia.

Atas hal itu, KontraS menyimpulkan ada indikasi bahwa Negara dengan sengaja menutup-nutupi dokumen tersebut. Fatia mengatakan, ketertutupan informasi tersebut makin menegaskan bahwa Negara mengambil jalan pintas untuk seolah dianggap sudah menuntaskan pelanggaran HAM berat.

Dalam salinan Keppres Nomor 17 tahun 2022 yang beredar di masyarakat sipil tersebut, tercantum susunan keanggotaan Tim Pelaksana. Salah satunya adalah Kiki Syahnakri.

Nama Kiki tercantum pada daftar Serious Crimes Unit (SCU) yang berperan sebagai Jaksa Penuntut di pengadilan Hibrid Timor Timur PBB dengan dakwaan berupa Pembunuhan, Deportasi, dan Persekusi kepada warga Timor Timur. Pada tahun 1995, Dewan Kehormatan Militer memindahkan Kiki setelah adanya temuan investigasi bahwa sebagai Komandan Resor Militer (Danrem) 164.

Dia turut bertanggung jawab dalam pembunuhan 6 warga Liquica yang dilakukan oleh anggota Komando Resor Militer (Korem).

Fatia menyebut, dipilihnya pelaku pelanggaran HAM berat menjadi salah satu anggota Tim Pelaksana menegaskan kembali tebalnya dinding impunitas yang dibangun oleh negara.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI