Ia menyatakan gas air mata kadaluarsa dapat terurai menjadi gas sianida, fosgen dan nitrogen. Alih-alih berkurang efeknya, justru saat kadaluarsa, senyawa dapat membuat gas air mata jauh lebih berbahaya.
Gas air mata tidak mematikan
Melansir dari akun Twitter @divhumas_polri, Dedi juga menegaskan bahwa tidak ada pendapat ahli yang mengatakan gas air mata itu mematikan. Penggunaan gas air mata tingkat tinggi juga tidak mematikan.
Kadiv Humas Polri itu mengutip dari pendapat Prof. Made Gelgel yang merupakan guru besar Universitas Udayana ahli Oksiologi atau racun.
Prof. Made Gelgel mengatakan gas air mata dalam skala tinggi pun tidak mematikan. Oleh karena itu, pihak kepolisian yakin penggunaan gas air mata itu aman karena hanya untuk menghalau massa dalam jumlah banyak saja.
Cuma semprot mereka yang turun ke lapangan
Kapolda Jawa Timur Nico Afinta yang dicopot dan digantikan oleh Teddy Minahasa jugapernah menyampaikan pembelaan. Gas air mata itu, kata Nico, hanya diarahkan ke penonton yang berusaha masuk ke lapangan.
Ia menambahkan, kepanikan justru terjadi kepada penonton yang masih di tribun untuk mencari jalur keluar. Baginya, ini adalah upaya pencegahan dan melakukan pengalihan supaya tidak masuk ke lapangan.
Namun, berdasarkan investigasi dari The Washington Post yang telah meneliti lebih dari 100 video dan foto serta mewawancarai beberapa pakar pengendalian massa, jelas terlihat polisi menembakkan gas air mata ke lapangan dan dekat tribun.
Baca Juga: Hasil Laporan TGIPF Tragedi Kanjuruhan Selesai Jumat dan Dilaporkan ke Presiden Jokowi
Oleh karena itu, arah angin pun membawa serbuk gas air mata ke penonton. Selain itu, beredar pula video yang ditembakkan ke tribun 12.