ALAN: [Di rumah sakit] saya bertanya siapa yang bertugas dan seorang dokter datang, terlihat capek tidak tidur semalaman, ia juga membawa papan yang besar sambil menunjukkan nama yang ada di daftar, kebanyakan nama-nama Australia dan alamatnya. Saya mulai menulisnya sambil gemetaran.
Saya bertanya apakah ia tahu berapa banyak yang akan meninggal, berharap dia tak tahu jawabannya. Tapi ia mengatakan 181 orang dan satu orang dari rumah sakit lain, jadi sejauh ini 182 orang.
Mencoba mencari jawaban
Aksi teror bom dilakukan oleh kelompok Jemaah Islamiah (JI), sebuah grup bermarkas di Asia Tenggara yang terinspirasi dan memiliki kaitan dengan Al Qaeda. Kelompok militan ini diyakini sudah merencanakan pengeboman sejak 10 bulan sebelumnya dengan strategi baru mereka: menargetkan klub malam dan bar.
SHANE HAMMING, pakar dari pusat data bom di Kepolisian Federal Australia yang dikirim ke Bali : Saya pertama kali mendengar pengeboman ini dari berita di hari Minggu. Tentunya sangat mengejutkan. Tayangan di televisi sangat dramatis dan menyedihkan.
SIDNEY JONES, pakar keamanan Asia Tenggara pendiri dan penasehat senior di Institute for Policy Analysis of Conflict, Jakarta: Saya merasa [pelaku serangan teror] bermaksud menciptakan ketakutan. Bukan untuk hal lainnya, tapi keinginan untuk menunjukkan kepada orang-orang Barat bahwa di mana pun mereka tidak aman.
NATHAN GREEN, penyelidik lokasi kejahatan di Kepolisian Federal Australia, yang berangkat ke Bali sepulangnya dari bulan madu: Ada dua penyelidikan yang dilakukan serentak. Penting untuk diingat bahwa tidak ada di antara lokasi-lokasi tersebut yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Kepolisian Federal Australia. Semuanya berada di wilayah yurisdiksi Kepolisian Republik Indonesia.
Tapi kami melakukannya secara bersamaan, yakni, penyelidikan pembunuhan [dari] aksi teror bom yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia, dan di saat yang bersamaan mengidentifikasi 202 orang korban.
GLEN: Seiring waktu, kami memiliki polisi yang berbeda-beda dari 100 lebih polisi yang didatangkan dari Australia. Ada yang khusus forensik, penyidik, ada pula yang tugasnya menghubungi keluarga. Jadi semua unit datang untuk bekerja sama.
NATHAN: Ini peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam penegakan hukum Australia mana pun. Kebanyakan yurisdiksi lebih berpengalaman dengan korban yang sedikit saat penyelidikan, belum pernah ada yang harus melakukannya dalam skala besar seperti ini. Jadi kami merotasi orang untuk meningkatkan keterampilan, juga meminimalkan dampaknya terhadap tenaga kerja.
Baca Juga: Cara Australia Merawat Korban Bom Bali Masih Bermanfaat Hingga Saat Ini
Pekerjaan yang cukup menantang. Saat itu saya masih muda, berusia 25 tahun. Sudah pernah berhadapan dengan orang mati, tapi tidak pernah dua sampai tiga di saat bersamaan. Jadi benar-benar lebih sulit dengan kehancuran akibat bom Bali.
GLEN: Awalnya ada orang-orang yang mencoba mengidentifikasi saudara atau teman mereka. Tapi untuk menjelaskan sulitnya mengidentifikasi membuat mereka juga harus berhadapan dengan emosi sendiri, tentu menjadi tugas yang cukup berat.
NATHAN: Saat dirotasi pertama kali, saya membantu penyelidikan sisi kejahatan. Kemudian tugas saya lebih ke mengidentifikasi korban.
Jadi saya bekerja dengan tim rekonsiliasi yang melihat ... data dan mencoba untuk mengidentifikasi wajah dan kepala, termasuk DNA dan sidik jari serta menggunakan metode forensik tradisional.
SHANE: Dari persepektif ledakan, kita melihat lokasi Sari Club dan Paddy's Bar.
Kita mengamati daerah sekitarnya, dari kejauhan, karena kuatnya ledakan sehingga ada tanda yang sangat memiliki karakteristik dari kerusakan.