"Bahkan lebih jauh Bung Karno menggaris bawahi "djikalau tidak dengan mereka (wanita) kemenangan tak mungkin kita tjapai". Terlihat betapa keadaan perempuan pada masanya terdomestifikasi, tak kuasa keluar dari kultur feodal yang patriarki," ungkapnya.
Karenanya, Said menegaskan dari pandangan Bung Karno tersebut menunjukkan mengapa tokoh perempuan menjadi penting untuk tampil dalam kepemimpinan nasional melalui ajang kandidasi capres 2024.
Pertama, kandidasi perempuan dalam kepemimpinan nasional bukan sekedar dukungan terhadap figur, tetapi secara otentik bisa membuktikan bangsa Indonesia keluar dari feodalisme patriarkis sebagai syarat kemajuan sosial.
Kedua, kata Said, kepemimpinan perempuan sudah sewajarnya bila mengacu agregat sosial-demografis kita menempati kedudukan yang strategis.
"Kenapa? aspek keadilan. Artinya mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 jumlah penduduk perempuan di Indonesia mencapai 49,76 persen. Ini menunjukkan bahwa secara kuantitatif prosentase kandidasi capres perempuan seharusnya berbanding sama dengan jumlah kandidasi capres laki-laki," ungkap dia.
Ketiga, aspek demokrasi bahwa kandidasi capres perempuan dalam kontestasi pilpres 2024 akan mewarnai gagasan-gagasan tentang kesejahteraan perempuan proteksi atas kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pengentasan kemiskinan perempuan akibat dominasi kultur patriarki dan dampak struktural turunannya.
"Kaum perempuan juga terbukti sebagai pilar ketahanan pangan, di saat banyak urbanisasi yang dilakukan kaum laki laki, perlahan lahan pertanian kita cenderung feminim. Kekuatan perempuan sebagai kekuatan produksi sangat terlihat begitu diasporisnya para tenaga kerja wanita kita di berbagai belahan negara. Mereka mandiri, namun minim perlindungan atas hak-haknya, terutama di negara-negara yang penghormatan hak asasinya rendah," ujar Said.
Said menjelaskan kehadiran pemimpin perempuan bukan sekedar gerakan emansipasi, bukan kepentingan perjuangan gender, bukan kepentingan personal dan kelompok melainkan kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan dalam menghadapi tantangan global.
"Yakni peran kepemimpinan perempuan yang visioner dan berperspektif gender, termasuk pada panggung internasional yang kental kebijakan-kebijakan maskulinitas," tuturnya.
Baca Juga: AHY dan Surya Paloh Bertemu Besok, Diusung Jadi Cawapres Dampingi Anies?
Dalam kondisi demikian, Said menegaskan penguatan dan peneguhan afirmatif atas kepemimpinan perempuan di level nasional dan internasional haruslah menjadi agenda bersama.