Politik identitas seringkali disalahpahami sebagai bagian dari politik praktis atau bahkan merupakan politik kebangsaan. Memang, kesamaan identitas menjadi pemersatu bagi anggota suatu kelompok (in group unity). Namun, dalam konteks kebangsaan Indonesia yang majemuk, menonjolkan identitas kelompok secara dominan justru dapat menjadi potensi ancaman bagi persatuan dan kesatuan bangsa (nation unity).
Di sinilah pembeda antara politik identitas dengan politik kebangsaan, sebab yang satu ingin meraih tujuan eksklusif kelompoknya sendiri, sedangkan yang lain bertujuan untuk meraih tujuan inklusif bagi kehidupan bersama.
Sanksi Bawaslu Menunggu
Pernyataan terang-terangan Partai Ummat yang mengusung politik identitas banyak menuai kritikan, khususnya dari kalangan elite politik. Salah satunya dari Wakil Ketua Umum Partai Garuda, Teddy Gusnaidi.
"Ada partai politik yang mengatakan bahwa pelarangan aktivitas politik di tempat ibadah sebagai narasi yang menyesatkan. Pernyataan ini tentu malah menyesatkan, karena sebagai partai politik, dalam berpolitik dan berkampanye tentu wajib tunduk dan patuh terhadap UU Pemilu," ujar Teddy melalui keterangan tertulis, Rabu (15/2/2023).
Sebab, kata dia, dalam Undang-Undang Pemilihan Umun (UU Pemilu), ada larangan dalam berkampanye yaitu salah satunya menggunakan tempat ibadah jadi lokasi kampanye.
"Dalam UU Pemilu ada larangan dalam berkampanye, salah satunya adalah menggunakan tempat ibadah. Sanksinya penjara dan denda. Jadi saya menantang partai politik yang menyebarkan narasi itu, untuk secara resmi melakukan kampanye di tempat ibadah. Berani melanggar UU Pemilu," tutur Teddy.
Oleh karena itu, dirinya menantang partai tersebut melakukan kampanye di tempat ibadah.
"Jangan hanya berani membuat dan menyebarkan narasi, lalu yang jadi korban adalah orang-orang yang termakan atas narasi tersebut. Lakukan sendiri dan hadapi sendiri. Lakukan terang-terangan, jangan sembunyi-sembunyi dan akal-akalan untuk hindari sanksi. Itu pengecut namanya. Ditunggu keberanian Partai Politik tersebut untuk mengimplementasikan pelanggaran UU Pemilu," jelas Teddy.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum RI (Bawaslu RI) mengatakan, agar semua partai politik tidak menggunakan tempat ibadah sebagai sarana melakukan kampanye dan juga ajang menyerang satu sama lain.
"Kami akan mengingatkan Partai Ummat untuk tidak melakukan hal demikian. Masjid adalah tempat bersama umat Islam, yang pilihan politik bukan hanya partai Ummat," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, dikutip Selasa (14/2/2023).
Menurut Rahmat, sarana publik itu milik bersama. Penggunaan tempat ibadah untuk kegiatan politik dapat berpotensi menimbulkan pertentangan sosial.
"Kalau seperti itu akan terjadi pertentangan sosial dan harus hati-hati teman-teman Partai Ummat itu akan menaikkan eskalasi pertarungan di tingkat akar rumput. Itu yang paling berbahaya," katanya.
Lebih lanjut, ditanya awak media soal apakah pihaknya akan menindak Partai Ummat soal akan mengusung politik identitas.
"(Bakal ditindak) Oh ya, pasti," ucapnya.