- Meningkatkan efisiensi transaksi keuangan
- Penyederhanaan laporan keuangan
- Mencegah kesalahan penghitungan uang tunai karena nominal yang terlalu banyak.
Meski demikian, Bhima tetap memberikan peringatan apabila BI memang masih mau melakukan redenominasi sebaiknya harus membuat roadmap dahulu sehingga masyarakat dan para pelaku usaha bisa bersiap-siap.
Adanya risiko hiperinflasi
Bhima menyebut, sejumlah pertimbangan sebelum melakukan redenominasi. Salah satunya terkait dengan stabilitas inflasi yang harus tetap terjaga.
Kondisi ideal untuk melakukan redenominasi merupakan apabila inflasi kembali ke level pra pandemi, atau berada di kisaran 3 persen, bahkan lebih rendah dari angka tersebut.
Lebih lanjut, Bhima menjelaskan, apabila redenominasi tetap dilaksanakan saat kondisi inflasi masih tinggi, ia khawatir akan terjadi hiperinflasi.
Ia memberikan contoh, misal ada harga barang sebelum terjadi pemangkasan nominal uangnya sebesar Rp 9.200, pada saat redenominasi tidak mungkin mengubah harga menjadi Rp 9,2.
Hal tersebut juga kemudian menjadikan harga dibulatkan ke atas, misal menjadi Rp 10. Dampaknya, akan ada banyak barang yang harganya naik secara signifikan.
Banyak negara lain yang gagal
Bhima meminta agar pemerintah belajar dari kegagalan redenominasi beberapa negara yang gagal, seperti Brasil, Rusia, serta Argentina.
Baca Juga: Haji Faisal Akui Mantan Manajer Fuji Gelapkan Uang Miliaran Rupiah
Diketahui, kegagalan terjadi karena kurangnya persiapan teknis, sosialisasi, kepercayaan terhadap pemerintah yang rendah, serta ekonomi yang mengalami tekanan eksternal.