“FKUB Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, dan di Kabupaten Kota Baru Kalimantan Selatan itu ada.”
Soal keberatan aliran kepercayaan diatur dalam Ranperpres PKUB, Kemendagri justru memilih tidak mau berkomentar.
“Pembahasan perpres itu masih berlangsung, sehingga dinamikanya masih dalam pembahasan. Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya,” kata Pelaksana Harian Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Yudia Ramli kepada Suara.com.
Aturan kontradiktif
ENGKUS menuturkan, masyarakat di banyak daerah sudah bisa menerima keberadaan kaum penghayat dalam kerangka kehidupan beragama.
Kekinian, masyarakat kebanyakan sudah mengetahui stigmatisasi maupun hoaks mengenai kaum penghayat.
Hasilnya, mereka sedikit banyak telah mempunyai pemahaman utuh mengenai kaum penghayat.
Selain itu, kata dia, umat agama lain di banyak daerah sudah melibatkan kaum penghayat dalam kegiatan-kegiatan kerukunan.
“Mereka juga menyadari, di lingkungan penghayat kepercayaan itu kan punya nilai-nilai tradisi yang ada manfaatnya, atau berguna untuk kerukunan,” kata dia.
Baca Juga: Detik-detik Politikus PDIP 'Seruduk' Acara Rocky Gerung Bareng Mahasiswa: Tidak Beradab!
Karenanya, rancangan Perpres PKUB yang tak mengatur kaum penghayat justru menjadi kemunduran serta kontradiktif terhadap kondisi riil.
Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute Sayyidatul Insiyah menilai, tidak masuknya penghayat kepercayaan ke dalam Ranperpres KUB adalah sebuah kemunduran.
Dia mengatakan, putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016 yang mengakui keberadaan penghayat melalui KTP seharusnya menjadi dasar pelembagaannya pada rancangan perpres.
Apalagi diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan masih sering terjadi. Pencegahannya harus dilembagakan, yakni melalui rancangan Perpres FKUB.
“Rancangan Perpres PKUB itu seharusnya mesti menginklusi eksistensi penghayat kepercayaan dan hak-haknya. Apalagi diskriminasi terhadap mereka masih sering terjadi.”
Sejumlah usulan revisi