"Sangat sedih, orang sekarang baca breaking news bukan dari berita atau media berita, tapi dari TikTok. Dan bukan media berita TikTok, tapi video yang sudah di stitch," jelasnya.
Dia menegaskan, konstruktif jurnalisme itu sebuah pendekatan terhadap jurnalisme itu sendiri. Tujuannya, tetap kritis, objektif dan berimbang.
Jurnalisme konstruktif tak hanya berfokus terhadap masalah. Melainkan, peran jurnalisme berorientasi ke depan.
"Bukan sekedar what now, tapi bagaimana (nanti). Jurnalisme konstruktif juga memberikan dampak positif kepada pembacanya," imbuhnya.
Yuni Pulungan selaku Program Manager SEJUK juga memberikan tanggapan. Sejak 2008, bersama jurnalis dan teman-teman komunitas rentan membangun narasi di media.
Dari penjelasan sebelumnya, dia mencatat, saat ini terjadi krisis kepercayaan terhadap media. Dia mengklaim hal itu sering mereka temui.
"Sebenarnya, dari pada rasa ketidak percayaan, mereka lebih merasa takut berhadapan dengan media. Takut isunya tidak sesuai dan takut dipojokan," tuturnya.
Di SEJUK, hal yang mereka dorong adalah bagaimana jurnalis dan komunitas bisa berkolaborasi. Tak bisa menutup mata, jurnalis sering sulit bertemu dengan narasumber.
Sistem media yang dibangun jurnalis, kadang tak dimengerti komunitas atau narasumber. Mereka belum punya kapasitas untuk belajar hal tersebut.
Baca Juga: LMS 2023, Perusahaan Media Didorong Segera Go Publik di Bursa Saham
"SEJUK mendorong, agar teman jurnalis dan komunitas berkolaborasi bukan cuma menulis bahan berita. Tapi ikut mengamati. SEJUK juga mendorong media untuk lebih kritis. Menghormati secara hak asasi manusia, mengakomodir pemberitaan sesuai kebenaran," paparnya.