Pemprov DKI Jakarta Siapkan Berbagai Strategi Penanganan Kemacetan

Jum'at, 20 Oktober 2023 | 18:35 WIB
Pemprov DKI Jakarta Siapkan Berbagai Strategi Penanganan Kemacetan
Bus Transjakarta. (Dok: Pemprov Jakarta)

Suara.com - Berbagai pembenahan terkait upaya untuk mengatasi kemacetan lalu lintas telah dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Termasuk selama setahun Penjabat Gubernur Heru Budi Hartono memimpin Jakarta.

Memasifkan penggunaan moda transportasi umum agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi merupakan upaya penting Pemprov DKI untuk mengatasi penyebab kemacetan di Jakarta. Karena itu, jalur Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rail Transit (LRT) terus dikembangkan. Bus Transjakarta serta angkutan kota Mikrotrans pun terus ditambah.   

Saat ini, pemerintah tengah membangun MRT Fase 2 dari Bundaran HI hingga Ancol Barat. Dengan tersambung fase 2, total panjang jalur utara-selatan MRT menjadi 27,8 kilometer, dengan waktu tempuh perjalanan dari Stasiun Lebak Bulus ke Stasiun Kota sekitar 45 menit.

MRT Jakarta yang sudah beroperasi sejak 2019 ini dioperasikan secara otomatis, dengan sistem persinyalan atau sistem kendali kereta berbasis komunikasi CBTC (Communications Based Train Control). Jalur MRT Jakarta Fase 1 Lebak Bulus-Bundaran HI sepanjang 16 kilometer, melalui 13 stasiun, dengan kapasitas maksimal 1.900 penumpang.

Selain penambahan armada secara terus-menerus, PT Transportasi Jakarta atau Transjakarta juga berkomitmen untuk menghadirkan bus yang ramah lingkungan. Rencananya, hingga akhir 2023, akan tersedia 220 unit bus listrik.

Semua moda transportasi ini saling terintegrasi satu sama lain, sehingga pengguna bisa mencapai lokasi yang diinginkan dengan layanan yang aman, nyaman, dan ramah.

Kehadiran transportasi umum yang nyaman telah memengaruhi masyarakat seperti Indira (35), seorang karyawan bank BUMN di Jakarta yang lebih memilih menggunakan Transjakarta daripada diantar oleh suaminya menggunakan mobil. Dengan menggunakan Transjakarta dari Cipulir, Jakarta Selatan, ia dapat mencapai kantor dalam waktu hanya 35 menit.

"Kalau diantar suami, bisa 1,5 jam di jalan. Saya akhirnya naik Transjakarta, walaupun berdiri. Ketimbang duduk manis, tapi rugi waktu 1,5 jam," ujarnya.

Pengamat tata kota, Yayat Supriatna, memahami jika sebagian masyarakat mau menggunakan kendaraan umum.

Baca Juga: Harga Daging Sampai Gula Meroket Di Jakarta, PSI Desak Pemprov DKI Cepat Ambil Tindakan

"Transportasi umum memberikan kenyamanan bagi para penggunanya. Penggunanya rata-rata anak muda yang masih belajar dan memulai dunia kerja yang naik KRL, MRT, atau Transjakarta," katanya.

Menurut Yayat, agar semakin banyak masyarakat yang mau menggunakan transportasi umum, sebaiknya ongkosnya ditinjau lagi.

"Penting agar ongkosnya dievaluasi untuk mereka yang harus beralih kendaraan beberapa kali. Mungkin tarif dapat diperiksa kembali agar angkutan umum dapat terintegrasi dengan harga yang terjangkau," tuturnya.

Usul Yayat tersebut sebenarnya telah dijalankan PT Jaklingko Indonesia dengan tarif integrasi. Penumpang MRT Jakarta, LRT Jakarta, dan Transjakarta yang menggunakan tiga moda transportasi tersebut selama tiga jam hanya membayar maksimal Rp 10.000.

Di kesempatan terpisah, akademisi Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata serta Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menyatakan bahwa layanan transportasi umum di Jakarta sudah meningkat secara signifikan, sehingga sebanding dengan layanan transportasi di banyak kota metropolitan dunia.

Namun, ia menyayangkan, layanan tersebut tidak dibarengi wilayah pendukungnya, yakni Kota Bogor, Kota Tangerang, Kota Depok, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, serta Kabupaten Tangerang.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI