Menariknya, ada juga netizen yang meminta Cak Imin untuk menjelaskan perihal fakta sejarah soal hubungan antara Pramoedya Ananta Toer dengan Buya Hamka.
"Sebutkan juga bagaimana Pram membunuh karakter Buya Hamka sebelum tahun 65. Biar semua perspektif tersampaikan," cuit akun @esas***
Perseteruan Buya Hamka vs Pramoedya
Pada pertengahan tahun 1963, dunia satra Indonesia tengah memanas. Hal ini lantaran perseteruan antara dua penulis kenamaan Buya Hamka dan Pramoedya Ananta Toer.
Kedua tokoh sastra yang saling bersimpangan ini pernah ribut akibat novel Hamka berjudul ”Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” (1938).
Dikutip dari Harapanrakyat.com--jaringan Suara.com, Pramoedya si penulis Lekra menuduh Hamka dengan novelnya tersebut telah menjiplak karya sastrawan barat asal Prancis. Namun Ulama Muhammadiyah ini tidak menyetujui kritikan Pramoedya. Menurutnya itu merupakan fitnahan seorang PKI yang keji.
Bantahan ini ditanggapi Pramoedya yang kala itu masih berjaya menggawangi Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA), organisasi Onderbouw PKI yang khusus mewadahi seniman, sastrawan, dan seluruh budayawan di Indonesia yang beraliran kiri.
Pramoedya menyebarkan kritikan yang dianggap Hamka sebagai fitnahan itu di beberapa koran milik PKI. Antara lain menulis artikel kritik sastra di surat kabar Lentera dan Harian Bintang Timoer.
Peristiwa ini berawal dari tuduhan Pramoedya yang menyebut karya sastra berbentuk novel milik Buya Hamka adalah hasil plagiasi dari sastrawan Prancis bernama Jean Baptiste Alphonse Karr. Judulnya Sous Les Tilleus.
Baca Juga: Wajah Cak Imin Dianggap Kaya Bocil: Dia Menolak Tua, Tetap Awet Muda
Pramoedya menduga kuat kalau hasil plagiasi yang dilakukan oleh Hamka terjadi dalam saduran penyair Timur bernama Magdalena dan Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi berjudul, Di Bawah Naungan Pohon Tilla.