Dikutip dari Harapanrakyat.com--jaringan Suara.com, Pramoedya si penulis Lekra menuduh Hamka dengan novelnya tersebut telah menjiplak karya sastrawan barat asal Prancis. Namun Ulama Muhammadiyah ini tidak menyetujui kritikan Pramoedya. Menurutnya itu merupakan fitnahan seorang PKI yang keji.
Bantahan ini ditanggapi Pramoedya yang kala itu masih berjaya menggawangi Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA), organisasi Onderbouw PKI yang khusus mewadahi seniman, sastrawan, dan seluruh budayawan di Indonesia yang beraliran kiri.
Pramoedya menyebarkan kritikan yang dianggap Hamka sebagai fitnahan itu di beberapa koran milik PKI. Antara lain menulis artikel kritik sastra di surat kabar Lentera dan Harian Bintang Timoer.
Peristiwa ini berawal dari tuduhan Pramoedya yang menyebut karya sastra berbentuk novel milik Buya Hamka adalah hasil plagiasi dari sastrawan Prancis bernama Jean Baptiste Alphonse Karr. Judulnya Sous Les Tilleus.
Pramoedya menduga kuat kalau hasil plagiasi yang dilakukan oleh Hamka terjadi dalam saduran penyair Timur bernama Magdalena dan Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi berjudul, Di Bawah Naungan Pohon Tilla.
Maksud dari pernyataan ini Pramoedya juga ingin mengatakan jika dua tokoh sastra ketimuran ini menjiplak Jean Baptiste Alphonse Karr.
Adapun yang dipersoalkan oleh Pramoedya dalam kritiknya untuk Hamka tertuju pada novel berjudul “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” yang telah diterbitkan sejak tahun 1938.
Sastrawan Lekra tersebut mengaku geram dengan Hamka yang telah memplagiasi karya penulis Barat. Menurutnya hal ini dapat memicu kebiasaan menjiplak karya orang, tidak kreatif, dan penuh dengan manipulatif sastra.
Oleh sebab itu Pramoedya kemudian menyebarluaskan kritikan sastra untuk karya Hamka ini dalam waktu berbulan-bulan. Tulisan Pram terkait ini ada di halaman pertama setiap surat kabar PKI. Dengan nada sinis Pram mengklaim Hamka sebagai sastrawan Indonesia penjiplak tulisan Barat.
Baca Juga: Wajah Cak Imin Dianggap Kaya Bocil: Dia Menolak Tua, Tetap Awet Muda