Operasi Tangkap Tangan KPK
Setelah mengumpulkan cukup bukti, KPK melakukan OTT pada Sabtu (15/3). Dalam operasi ini, KPK menangkap sejumlah pihak, termasuk anggota DPRD, Kepala Dinas PUPR, serta dua pihak swasta yang terlibat dalam skema suap proyek.
Dalam keterangannya, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan bahwa kasus ini merupakan bentuk nyata dari praktik korupsi berjamaah yang melibatkan legislatif dan eksekutif di tingkat daerah dengan jeratan pasal 12a atau 12b, 12f, dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda miliaran rupiah sedangkan pemberi suap (pihak swasta), yakni M Fauzi (MFZ) alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS) dengan dijera Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Skandal ini menjadi pukulan telak bagi dunia politik di Kabupaten OKU. Masyarakat yang selama ini berharap adanya transparansi dan integritas dari para wakil rakyat kini merasa dikhianati.
Banyak yang menyoroti bagaimana praktik suap dalam proyek daerah telah menjadi budaya yang sulit diberantas.
Selain itu, kasus ini menambah daftar panjang korupsi yang melibatkan anggota DPRD.
Dalam beberapa tahun terakhir, KPK telah menangkap puluhan anggota DPRD dari berbagai daerah karena kasus serupa, menunjukkan bahwa sistem pokir sering kali disalahgunakan sebagai alat transaksi politik.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan kasus ini sehingga tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru, terutama jika ditemukan bukti keterlibatan pejabat atau politisi lainnya dalam skandal ini.
Baca Juga: Ini Profil 3 Anggota DPRD OKU Terjerat OTT KPK di OKU: Ada Kader PDIP dan PPP
![Kronologi suap proyek infrastuktur di OKU, Sumatera Selatan [youtube]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/16/65127-kronologi-suap-proyek-infrastuktur-di-oku-sumatera-selatan.jpg)
Kasus korupsi ini menunjukkan bahwa praktik jual-beli proyek masih menjadi penyakit kronis di pemerintahan daerah. Anggota DPRD yang seharusnya mengawasi penggunaan anggaran justru menjadi bagian dari permainan kotor dengan meminta jatah proyek.
Kini, masyarakat menanti bagaimana proses hukum terhadap para tersangka akan berjalan. Apakah mereka benar-benar akan dihukum seberat-beratnya atau justru akan lolos dengan hukuman ringan seperti banyak kasus korupsi lainnya?
OTT KPK ini kembali menjadi pengingat bahwa pengawasan ketat terhadap anggaran daerah adalah keharusan untuk mencegah uang rakyat dijadikan bancakan oleh para elit politik.