Suara.com - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Abdul Mu'ti enekankan bahwa Tes Kemampuan Akademik (TKA) tidak wajib diikuti bagi setiap murid, kendati menjadi pengganti Ujian Nasional (UN). Lantaran tidak wajib diikuti, sehingga TKA juga tidak menjadi syarat kelulusan murid.
"TKA itu tidak mirip penentu kelulusan. Yang menetapkan lulus dan tidak itu dalam masing-masing satuan pendidikan yang memang mereka menyelenggarakan tes untuk semua murid dan untuk semua mata pelajaran," jelas Mu'ti kepada wartawan di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Mu'ti mengaku sempat mendapatkan protes bila TKA menjadi acuan kelulusan. Karena dengan begitu akan sama seperti UN, hanya berganti nama. Padahal selama ini, pelaksanaan UN sebagai penentu kelulusan banyak dikritik melanggar HAM murid serta menimbulkan stres terhadap peserta didik itu.
"Banyak sekali kelompok yang berkeberatan dengan ujian, menganggap ujian itu membuat murid jadi stres. Karena itu maka pilihan moderatnya adalah supaya tidak melanggar HAM dan tidak stres maka itu kita buat kebijakan ya sudah yang siap ikut (TKA) silahkan ikut, yang tidak siap ya sudah tidak apa-apa," ujarnya.
Bagi murid yang tidak ingin ikut TKA, Mu'ti menekankan bahwa tidak akan ada konsekuensi apa pun, termasuk kelulusan pada tingkat SD hingga SMA. Karena nilai TKA sebenarnya dikhususkan untuk tambahan nilai seleksi pada jenjang pendidikan selanjutnya.
Sementara itu, ujian kelulusan akan diserahkan langsung pada tiap sekolah maupun satuan pendidikan yang menerbitkan ijazah. Mu'ti menegaskan, hanya satuan pendidikan terakreditasi yang bisa melaksanakan ujian kelukusan itu.
Kementerian Dikdasmen telah merencanakan pelaksanaan TKA pertama akan dilakukan pada November 2025 terhadap murid kelas 3 SMA. Adapun yang akan diuji di antaranya pelajaran wajib, bahasa Indonesia dan Metematika, serta pelajaran pilihan berdasarkan jurusannya.
Mu'ti menjabarkan, hasil TKA para murid kelas 3 SMA itu bisa digunakan untuk seleksi kampus negeri tanpa tes.
"Itu nanti pertimbangannya adalah hasil tes kemampuan akademik kemudian rapor, kemudian prestasi. Jadi nanti TKA itu akan menjadi pertimbangan yang sangat menentukan seseorang diterima atau tidak dari perguruan tinggi. Kalau TKA-nya bagus, dia bisa masuk tanpa tes," pungkasnya.
Baca Juga: Kampus Muhammadiyah Dilarang 'Obral' Gelar Profesor Kehormatan, Abdul Mu'ti Ungkap Alasannya
Kembalikan Penjurusan IPA, IPS dan Bahasa

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengatakan pihaknya kembali memberlakukan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) guna menunjang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA).
Mendikdasmen menjelaskan, kehadiran TKA sebagai salah satu pertimbangan dalam penerimaan mahasiswa baru di tingkat perguruan tinggi akan mulai diuji coba diberlakukan pada murid jenjang kelas 12 atau kelas 3 SMA pada bulan November tahun ini.
“TKA itu nanti berbasis mata pelajaran untuk membantu para pihak, terutama murid yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Nah, karena tesnya berbasis mata pelajaran sehingga ke depan ini jurusan akan kami hidupkan lagi. Jadi, nanti akan ada lagi jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,” kata Mendikdasmen Abdul Mu'ti di Jakarta, Jumat (11/4) malam.
Dalam TKA nanti, lanjut Mu'ti, akan ada mata pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa dari ketiga jurusan tersebut, yakni mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika, ditambah dengan mata pelajaran khusus jurusan.
Oleh karena itu, kata dia, murid dengan penjurusan IPA dapat memilih tambahan tes Fisika, Kimia atau Biologi selain tes Bahasa Indonesia dan Matematika, sementara murid dengan penjurusan IPS dapat mengambil tambahan tes Ekonomi, Sejarah, dan mata pelajaran lain yang ada dalam rumpun ilmu sosial.
Ia berharap adanya TKA yang sekaligus pula mengadakan kembali penjurusan di tingkat SMA dapat memberikan gambaran yang lebih jelas terkait kemampuan murid dan kecocokannya dengan program studi yang dipilih pada jenjang perguruan tinggi.
“Dengan cara seperti itu, kemampuan akademik seseorang akan menjadi landasan ketika ingin melanjutkan ke perguruan tinggi di jurusan tertentu. Jadi, bisa dilihat dari nilai kemampuan akademiknya,” kata Mu'ti.
Selain itu, pihaknya juga berharap TKA dapat menjadi alat tes individu yang valid dan terstandar bagi perguruan tinggi dalam mempertimbangkan kelulusan calon mahasiswa baru.