Suara.com - Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo menilai tidak lazim penggunaan pasal perintangan penyidikan terhadap produk jurnalistik. Menurutnya, jenis produk jurnalistik tak boleh dipidanakan.
Hal itu disampaikan Rudianto Lallo menanggapi soal Direktur Pemberitaan JAKTV, Tian Bahtiar yang ditetapkan sebagai tersangka karena bermufakat untuk menyebarkan narasi negatif melalui pemberitaan, terkait penanganan perkara kasus korupsi timah, korupsi importasi gula, dan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Korps Adhyaksa.
"Ini pendapat saya ya, kalau itu berkaitan dengan produk jurnalis, maka itu jelas tidak boleh dikriminalisasi, dipidana, karena itu berkaitan dengan produk jurnalis," ujar legilator yang akrab disapa Rudi saat ditemui awak media di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Legislator dari Partai NasDem itu menyoroti pengenaan Pasal 21 Undang Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, terhadap Tian.

Menurutnya, pengenaan pasal tersebut sangat tak lazim digunakan, apalagi jika dikenakan terhadap objek produk jurnalistik yakni pemberitaan.
"Tapi penggunaan pasalnya adalah pasal 21, perintangan penyidikan, yang saya ketahui itu tidak lazim dan tidak biasa, penggunaan pasal itu, kalau itu produk jurnalistik, itu mungkin baru terjadi kalau penggunaan pasal 21 terhadap pemberitaan," ujarnya.
Rudianto Lallo menyampaikan, sepengetahuannya penggunaan pasal tersebut berdasarkan Yurisprudensi harus perintangan penyidikan dalam bentuk fisik.
"Karena sepengetahuan saya, pasal 21 itu, berdasarkan yurisprudensi, kasus-kasus yang diputus hakim mahkamah, yang namanya perintangan penyidikan itu harus dilakukan secara fisik. Misalkan menculik tersangkanya, melarang menjadi saksi, tidak boleh, culik, atau apa, ada fisiknya," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, menjadi pertanyaan mengapa Kejagung menggunakan pasal tersebut terhadap Direktur JakTV tersebut.
Baca Juga: Seret Nama Prabowo, Dalih Komisi X DPR Gelar Rapat Tertutup: Gak Seru Kalau Masyarakat Tahu Duluan
"Makanya menjadi pertanyaan, ini tidak lazim dan tidak biasa, pemberitaan dikenakan, disangkakan pasal 21. Karena kita tidak mau ada kesan ini jangan sampai kemudian memberangus berserikat dan kebebasan berpendapat," katanya.