Suara.com - Sejumlah pedagang kaki lima di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, mengeluhkan adanya preman berkedok organisasi kemasyarakatan (ormas).
Para pedagang mengatakan mereka kerap melakukan pemerasan melalui pungutan liar.
Salah satu pedagang kaki lima (PKL) bernama Karsidi (46) menuturkan dirinya bersama PKL lainnya harus membayar uang setoran per bulannya kepada preman yang selama ini mengurus PKL.
"Setiap bulan itu harus membayar Rp1 juta, tapi nanti setiap hari harus bayar juga uang harian Rp20 ribu," kata Karsidi di Jakarta Timur, Rabu (14/5/2025).
Karsidi mengatakan jika para pedagang ogah nurut alias tidak membayar uang yang diminta preman tersebut maka dilarang berdagang.
"Kalau tidak setor ya ga bakal boleh jualan di sini," kata dia.
Para pedagang yang berjualan di depan akses masuk los menduga uang sewa lapak yang diberikan itu hanya masuk ke kantong ormas yang selama ini meminta setiap hari dan setiap bulannya.
"Kalau dihitung, satu pedagang bayar Rp1,6 juta, itu nanti dikalikan 150 pedagang. Kalau ditotal dalam satu bulan berarti uang Rp225 juta masuk ke kantong mereka sendiri. Padahal ini lahan kan milik pemerintah daerah," ujar Karsidi.
Aksi itu kata Karsidi, sudah berlangsung puluhan tahun lalu sejak dirinya belum berjualan di Pasar Induk Kramat Jati. Hingga sekarang, dirinya bisa berjualan dengan tenang dan tak ada yang berani melarang PKL berjualan meski memakan badan jalan.
Baca Juga: Preman Indonesia Jadi Sorotan Media Asing: Imbas Ormas Usik Pabrik Mobil Listrik BYD dan VinFast
"Karena kalau ada yang melarang dari ormasnya pasti langsung turun. Bahkan, beberapa hari lalu kepala sekuriti Pasar Induk Kramat Jati hampir dipukuli oleh oknum ormas saat berupaya melakukan penertiban," kata dia.