Suara.com - Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maman Imanul Haq meminta Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar segera mengevaluasi penerapan sistem pengelompokan Jemaah berdasarkan model syarikah dalam penyelenggaraan haji tahun 2025.
Sebab, adanya sistem tersebut telah memicu kebingungan di kalangan jemaah.
"Penerapan sistem syarikah yang terkesan mendadak ini telah mengacaukan pengelompokan kloter yang sebelumnya sudah terencana dengan baik dari tanah air," kata Maman Imanulhaq kepada wartawan, Rabu 14 Mei 2025.
"Akibatnya, banyak jemaah suami istri yang terpisah, serta jemaah lanjut usia yang terpisah dari pendamping yang sangat mereka butuhkan. Kami meminta Menteri Agama segera melakukan evaluasi," katanya.
Maman mengungkapkan bahwa sebelumnya, Jemaah Haji Indonesia hanya dilayani oleh satu syarikah, yaitu Rakeen Mashariq.
Namun, pada tahun ini, terdapat 8 syarikah yang bertugas melayani jemaah haji Indonesia.
Syarikah sendiri merupakan perusahaan Arab Saudi yang memiliki kewenangan dalam mengatur pelaksanaan ibadah haji di Indonesia.
"Mengapa harus delapan syarikah yang dilibatkan, dan apa dasar pertimbangannya? Seharusnya Kementerian Agama telah melakukan identifikasi masalah dan langkah-langkah mitigasi sebelum menerapkan kebijakan ini. Apakah kekacauan yang terjadi saat ini sudah diketahui dan diantisipasi oleh Kemenag?" katanya.
Lebih lanjut, Maman mengusulkan agar jika Kemenag tetap menggunakan delapan syarikah, pembagian tanggung jawab hendaknya didasarkan pada wilayah di Indonesia.
Baca Juga: Rokok Berlebih di Koper Jemaah Haji Bisa Didenda, Ini Batas Aman Harus Diketahui
Misalnya, Syarikah A bertanggung jawab atas jemaah dari wilayah tertentu di Jawa Barat, Syarikah B untuk kota tertentu di Jawa Timur, dan seterusnya.
"Jangan seperti kondisi saat ini di mana lebih dari satu syarikah menangani jemaah dari satu daerah. Hal ini membingungkan jemaah dan juga Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU)."
"Bayangkan saja, ada jemaah yang belum siap berangkat namun tiba-tiba harus berangkat keesokan harinya, atau sebaliknya, jemaah yang seharusnya berangkat beberapa pekan lagi di kloter lain, mendadak harus segera berangkat. Sistem seperti apa ini jika hasilnya justru menimbulkan kekacauan?" tegasnya.
Komisi VIII DPR RI, kata Maman mendesak Kementerian Agama untuk segera melakukan negosiasi dengan pihak berwenang di Arab Saudi guna mencari solusi atas permasalahan ini.
Menurutnya Indonesia saat ini membutuhkan negosiator yang handal dan mampu menyampaikan keluhan serta mencari solusi konstruktif atas kekacauan dalam pelaksanaan ibadah haji 2024 ini.
"Kami memberikan kesempatan kepada Kemenag dan Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah untuk bertindak cepat menangani masalah ini. Kami tidak dapat menerima jika penggunaan delapan syarikah ini justru menyengsarakan jemaah haji Indonesia," katanya.