Ketua CORE Universitas Udayana (UNUD), Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari, Bali tidak bisa terus menambah pembangkit konvensional. PLTS Atap itu efisien ruang, ramah lingkungan, dan strategis.
Oleh karena, itu, salah satunya melalui pemanfaatan PLTS Atap dan pembangunan pembangkit energi surya secara tersebar. Selain lebih efisien secara ruang, pendekatan ini juga lebih ramah lingkungan.
Inilah alasan di balik program percepatan pemanfaatan PLTS Atap, agar pengembangan energi bersih dapat mengejar kebutuhan dan mendukung tercapainya Bali Net Zero Emission 2045
Perlu Regulasi yang Mendukung
Namun, semangat besar ini tidak akan berjalan mulus tanpa dukungan regulasi dari pemerintah pusat. Saat ini, Peraturan Menteri ESDM No. 2 Tahun 2024 dinilai masih menghambat. Terutama aturan soal kuota dan pembatasan pemanfaatan PLTS Atap yang justru bisa memperlambat transisi energi.
IESR mendorong agar aturan tersebut segera direvisi. Mereka juga meminta agar skema net-metering—yang memungkinkan pengguna menjual kembali listrik ke jaringan PLN—kembali diberlakukan. Selain itu, insentif untuk penggunaan PLTS Atap dan BESS di sektor industri dan komersial juga dinilai krusial agar adopsinya lebih luas dan tidak terbatas hanya di rumah tangga.