Suara.com - Pemerintah Provinsi Bali meluncurkan program Percepatan Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Langkah ini menjadi salah satu strategi kunci untuk mencapai target besar: Bali Mandiri Energi dan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2045.
Gubernur Bali, I Wayan Koster, menegaskan bahwa penggunaan PLTS Atap akan diwajibkan di berbagai lini.
“Semua kantor pemerintah provinsi, kabupaten, kota harus pakai PLTS Atap. Juga semua hotel, vila, sekolah, kampus, dan pasar,” ujarnya dalam peluncuran program, Kamis (15/5) di Denpasar.
Bali memang tidak ingin setengah hati. Pemerintah setempat ingin mengurangi ketergantungan terhadap listrik berbasis fosil, termasuk pasokan dari kabel laut Jawa-Bali yang saat ini menyumbang hingga 400 megawatt.
Ketergantungan ini dinilai berisiko, terutama di tengah lonjakan konsumsi listrik pasca pandemi. Apalagi jika pasokan dari Jawa terganggu, Bali bisa mengalami krisis listrik besar.
Program PLTS Atap ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Institute for Essential Services Reform (IESR). Dalam kajiannya, IESR mencatat Bali memiliki potensi energi surya sebesar 22 gigawatt (GW).

Khusus untuk pemanfaatan melalui PLTS Atap, potensinya diperkirakan berada di kisaran 3,3 hingga 10,9 GW.
Namun kenyataannya, pemanfaatan energi surya di Bali masih sangat minim. Bahkan belum menyentuh 1 persen dari potensi total yang tersedia. Ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara potensi dan realisasi.
“Jika percepatan dilakukan secara masif, bauran energi terbarukan akan naik drastis. Target NZE 2045 bukan mimpi, tapi bisa jadi kenyataan,” ujar Ida Bagus Setiawan, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali.
Baca Juga: Here We Go! Bali United Serius Ingin Rekrut Pelatih Eliano Reijnders
PLTS Atap: Solusi Cepat, Murah, dan Ramah Lingkungan
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyebut PLTS Atap sebagai solusi tercepat dan termurah untuk memenuhi kebutuhan energi masa depan. Apalagi jika dikombinasikan dengan sistem penyimpanan energi atau battery energy storage system (BESS).
“Ini bisa mengurangi risiko gagal pasok dari Jawa, sekaligus memenuhi kebutuhan yang terus naik,” katanya.
Fabby juga menilai bahwa kondisi geografis dan sosial Bali sangat mendukung untuk pengembangan PLTS Atap secara menyeluruh. Setiap rumah, kantor, sekolah, dan hotel bisa berkontribusi menjadi sumber energi bersih yang terhubung dalam satu jaringan besar.
Bukan hanya soal listrik, energi surya juga membuka banyak peluang. Hasil kajian IESR dan Universitas Udayana menyebut, pengembangan PLTS Atap bisa menciptakan ribuan lapangan kerja hijau. Selain itu, masyarakat dapat menikmati penghematan biaya listrik, terutama di sektor rumah tangga dan usaha kecil.
Yang lebih penting, program ini dapat membuka ruang partisipasi publik dalam transisi energi. Sesuatu yang selama ini masih dianggap sebagai domain eksklusif pemerintah dan korporasi besar.
Ketua CORE Universitas Udayana (UNUD), Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari, Bali tidak bisa terus menambah pembangkit konvensional. PLTS Atap itu efisien ruang, ramah lingkungan, dan strategis.
Oleh karena, itu, salah satunya melalui pemanfaatan PLTS Atap dan pembangunan pembangkit energi surya secara tersebar. Selain lebih efisien secara ruang, pendekatan ini juga lebih ramah lingkungan.
Inilah alasan di balik program percepatan pemanfaatan PLTS Atap, agar pengembangan energi bersih dapat mengejar kebutuhan dan mendukung tercapainya Bali Net Zero Emission 2045
Perlu Regulasi yang Mendukung
Namun, semangat besar ini tidak akan berjalan mulus tanpa dukungan regulasi dari pemerintah pusat. Saat ini, Peraturan Menteri ESDM No. 2 Tahun 2024 dinilai masih menghambat. Terutama aturan soal kuota dan pembatasan pemanfaatan PLTS Atap yang justru bisa memperlambat transisi energi.
IESR mendorong agar aturan tersebut segera direvisi. Mereka juga meminta agar skema net-metering—yang memungkinkan pengguna menjual kembali listrik ke jaringan PLN—kembali diberlakukan. Selain itu, insentif untuk penggunaan PLTS Atap dan BESS di sektor industri dan komersial juga dinilai krusial agar adopsinya lebih luas dan tidak terbatas hanya di rumah tangga.