Bukan untuk Distribusi Logistik, Eks Ketua KPU Ungkap Private Jet Digunakan Komisioner

Jum'at, 16 Mei 2025 | 23:07 WIB
Bukan untuk Distribusi Logistik, Eks Ketua KPU Ungkap Private Jet Digunakan Komisioner
Eks Ketua KPU Hasyim Asy'ari memberikan penjelasan mengenai kasus Private Jet KPU yang dilaporkan ke KPK oleh Koalisi Antikorupsi, beberapa waktu lalu. [Suara.com/Dea]

Suara.com - Eks Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2022-2024 Hasyim Asy’ari mengungkapkan bahwa penggunaan jet pribadi atau private jet dilakukan bukan untuk distribusi logistik Pemilu 2024. Dia bahkan menyebut bahwa private jet tersebut digunakan oleh para komisioner KPU.

Hal itu disampaikan Hasyim menanggapi temuan Transparency International (TI) Indonesia yang mengungkapkan kejanggalan dalam pengadaan sewa jet pribadi atau private jet oleh KPU pada Pemilu 2024.

"Bukan distribusi, untuk monitoring. Itu monitoring untuk distribusi logistik, bukan untuk mengirim logistik," kata Hasyim di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat 16 Mei 2025.

"Iya betul (dipakai komisioner KPU)," tambah dia.

Dia menjelaskan bahwa saat itu pengadaan logistik harus dilakukan dalam waktu singkat karena masa kampanye hanya 75 hari.

Lantaran itu, dia menilai saat itu KPU memerlukan langkah operasional strategis, termasuk menggunakan jet pribadi untuk memastikan distribusi logistik tepat waktu.

Hasyim juga menyebut bahwa monitoring distribusi logistik tidak bisa dilakukan dengan pesawat komersial karena mempertimbangkan persiapan tiket, keterbatasan waktu, dan kesesuaian rute.

"Dalam pandangan kami, situasi kalau pakai komersil kan ada keterbatasan jam, kesesuaian rute dan seterusnya, padahal yang kita akan jangkau, daerah-daerah yang juga tidak selalu ada," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa jadwal penerbangan komersil tidak sesuai dengan yang diharapkan komisioner KPU saat itu.

Baca Juga: Skandal Private Jet KPU, DPR: Kami Sudah Pernah Tegur, Itu Kan Pakai Duit Rakyat

"Kalaupun ada juga jadwalnya, tidak sesuai dengan yang kita harapkan sehingga perlu menyewa pesawat jet untuk memonitoring situasi tentang situasi distribusi logistik,” ujar Hasyim.

Menurutnya, penggunaan pesawat jet juga sudah masuk dalam rencana kerja dalam anggaran KPU dari segi nilai kontrak.

Dia menyebutkan bahwa nilai kontrak sewa jet pribadi saat itu sekitar Rp65 miliar. Sebab, pesawat jet tersebut tidak selalu digunakan sehingga hanya dibayar ketika diperlukan.

"Ada adendum kontrak yang dibayar itu Rp46 miliar. Jadi angka Rp65 miliar ya, yang dibayar itu Rp46 miliar, jadi ada efisiensi Rp19 miliar," ucap Hasyim.

"Nah yang berikutnya, bahwa apa yang kami kerjakan tadi itu pilihan operasional strategis dengan menyewa pesawat pribadi itu, itu pada akhirnya terdapat efisiensi sekitar Rp380 miliar untuk biaya cetak dan distribusi surat," katanya.

Tanggapan Ketua KPU

Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menjelaskan bahwa saat itu penggunaan private jet dibutuhkan lantaran waktu distribusi logistik yang terbatas.

"Begitu kampanye cuma 75 hari, maka pengadaan logistik, distribusi, dan lain-lainnya kan sangat terbatas dibandingkan pemilu sebelumnya yang sampai 7 bulan," kata Afif di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 30 April 2025.

"Maka, kita harus berpikir, dalam pikiran kami sebagai penyelenggara, tentu kita berpikir, jangan sampai pemilunya gagal, jangan sampai logistik gagal. Maka, diambil langkah-langkah extraordinary yang kemudian itu sebagai mitigasi," tambah dia.

Saat KPU RI melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap jajarannya, ada beberapa wilayah yang membutuhkan percepatan distribusi logistik sehingga diperlukan langkah berupa penggunaan jet pribadi.

"Kalau hal-hal teknis soal bagaimana penyewaan dan seterusnya, teman-teman nanti nanya di jajaran sekretariat. Pada intinya, kebijakan itu untuk men-support apa yang kita bisa lakukan demi suksesnya Pemilu," ujarnya.

Sebelumnya, Koalisi Antikorupsi yang terdiri dari TI Indonesia, Themis Indonesia, dan Trend Asia melaporkan dugaan korupsi terkait pengadaan jet pribadi atau private jet di KPU RI ke KPK pada Rabu 7 Mei 2025.

Laporan itu berdasarkan tiga hal, yaitu aspek pengadaan barang/jasa, penggunaan yang diduga tidak sesuai peruntukan, dan dugaan pelanggaran regulasi perjalanan dinas pejabat negara.

"Kami melihat dari aspek proses pengadaannya itu sendiri ada hal yang sangat janggal. Salah satunya adalah nilai kontrak itu melebihi dari pagu," ujar Peneliti TI Indonesia Agus Sarwono.

Ketua KPU Mochammad Afifuddin. (Suara.com/Dea)
Ketua KPU Mochammad Afifuddin. Terkait kasus private jet, Afifuddin menyatakan bahwa sewa transportasi tersebut dilakukan terkait distribusi logistik saat Pemilu 2024.(Suara.com/Dea)

Kejanggalan tersebut juga diperkuat temuan Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK tahun 2024 yang menunjukkan masih banyaknya praktik suap dan gratifikasi di tingkat kementerian/lembaga, khususnya dibidang pengadaan barang dan jasa.

Peneliti TI Indonesia Agus Sarwono mengatakan bahwa ada dua hal yang menarik soal pengadaan sewa private jet oleh KPU pada pemilu 2024 yang lalu.

Alasan pengadaan tersebut patut dibuka ke publik lantaran anggaran penyelenggaraan Pemilu 2024, begitu besar, yakni senilai Rp71 Triliun.

Hal ini yang membuka ruang korupsi, khususnya di sektor pengadaan.

"Jika belajar dari pemilu sebelumnya, ada banyak kasus korupsi terkait logistik pemilu, sebut saja pengadaan segel surat suara, pengadaan kotak suara, suap kepada auditor BPK, pengadaan asuransi Anggota KPU, hingga pengumpulan 'upeti' dari rekanan KPU," kata Agus dalam keterangannya, Senin 28 April 2025.

Ia menyampaikan, hingga saat ini, KPU tidak cukup memberikan informasi kepada publik terkait pengadaan private jet.

Bahkan, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR, KPU seolah menahan banyak informasi terkait pengadaan ini.

Agus mengatakan, pihaknya menilai banyak kejanggalan, hal ini mendasar dari hasil penelusuran Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Ia mengaku dari hasil penelusuran, pihaknya menemukan nama paket pengadaan 'Belanja Sewa Dukungan Kendaraan Distribusi Logistik', dengan kode 53276949 senilai Rp46.195.659.000.

Adapun uraian pekerjaan dari paket pengadaan ini berbunyi 'Sewa Dukungan Kendaraan Distribusi Logistik untuk Monitoring dan Evaluasi Logistik Pemilu 2024'.

Menurut Agus, Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang dilakukan tidak spesifik. Terlebih, dalam RUP tersebut tidak dicantumkan jenis kendaraan yang bakal disewa oleh KPI.

"Dengan anggaran sewa yang sedemikian besar, harusnya sejak awal KPU sudah mengetahui kendaraan apa yang akan digunakan. Hal ini mengindikasikan perencanaan pengadaan oleh KPU bermasalah," ujarnya.

Kejanggalan lainnya yakni saat pengadaan sewa kendaraan ini menggunakan metode e-purchasing. Pada satu sisi metode ini memudahkan dalam memilih penyedia, namun ada potensi ‘kick back' dari penyedia.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI