Suara.com - Pagi itu, 2 Mei 2025, matahari belum tinggi. Tapi di balik pagar Lembaga Konservasi (LK) Kasang Kulim, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, kehidupan baru telah lebih dulu hadir.
Seekor bayi orang utan jantan lahir. Ukurannya kecil, gerakannya masih kaku. Ia diberi nama Ade oleh Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni.
Nama yang sederhana, hangat, dan mengandung harapan bahwa hutan masih punya masa depan, dan kita belum terlambat untuk menjaganya.
Ade lahir dari pasangan orang utan bernama Susi—atau Boyen, begitu ia kadang dipanggil—dan Yongki, jantan tangguh penghuni lama lembaga ini. Keduanya merupakan satwa titipan dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Riau. Demikian seperti dikutip dari ANTARA.

Bayi itu terlihat sehat. Tim medis memastikan bahwa ia aktif menyusu, dan induknya pun menunjukkan naluri keibuan yang baik. Tak ada gejala stres, tak ada penolakan. Hanya ikatan hangat antara ibu dan anak yang baru saja mengikatkan hidup di dunia.
Orang utan adalah satwa langka. Pongo abelii, spesies Ade, hanya ditemukan di Sumatra dan kini berstatus Terancam Punah menurut IUCN Red List.
Populasinya terus menyusut, terdesak oleh laju deforestasi, perburuan, dan perubahan iklim. Namun hari itu, dari sebuah kandang sederhana di pinggiran Kampar, lahir satu bukti bahwa harapan belum benar-benar punah.
KSDA Riau tak hanya mencatat kelahiran Ade. Mereka juga langsung turun tangan untuk memastikan pemenuhan nutrisi induk dan bayi, mengecek kualitas pakan, serta memantau kondisi kandang.
Pendampingan terus dilakukan bersama pengelola LK Kasang Kulim.vTujuannya menciptakan lingkungan yang layak bagi satwa, bukan sekadar tempat penampungan.
Baca Juga: Bersyukur Berkat Gemblengan Ortunya, Begini Curhatan Menhut Raja Juli
Prinsip etika dan kesejahteraan satwa menjadi pedoman utama. Karena keberhasilan konservasi bukan hanya tentang angka, tetapi tentang kualitas hidup satwa yang dirawat.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Satyawan Pudyatmoko, menyebut kelahiran ini sebagai keberhasilan kolektif. Bukan hanya lembaga, tapi juga bentuk partisipasi manusia yang masih peduli.
"Ade menjadi bukti bahwa dengan kerja sama, standar yang tepat, dan kesungguhan, konservasi bisa berjalan. Bahkan membuahkan kehidupan baru," katanya.
Orangutan Sumatera, Penghuni Pepohonan yang Kian Terdesak

Orangutan Sumatera (Pongo abelii) hampir sepenuhnya hidup di atas pohon. Betina nyaris tak pernah turun ke tanah, dan jantan dewasa pun hanya sesekali melakukannya. Hutan hujan tropis adalah rumah mereka, ruang tumbuh, ruang makan, ruang hidup.
Berbeda dari kerabatnya di Kalimantan, orangutan Sumatera diketahui memiliki ikatan sosial yang lebih erat. Pohon ara berperan penting. Ketika pohon itu berbuah secara massal, beberapa individu bisa berkumpul untuk makan bersama. Namun, jantan dewasa umumnya hidup menyendiri. Sementara betina selalu ditemani anaknya.
Dulu, jangkauan mereka lebih luas. Orangutan Sumatera pernah ditemukan di seluruh Pulau Sumatra, bahkan hingga ke selatan Pulau Jawa. Namun kini, populasi mereka hanya bertahan di bagian utara Sumatra, terutama di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Data terbaru menunjukkan bahwa dari sembilan populasi yang masih ada, hanya tujuh yang diperkirakan mampu bertahan dalam jangka panjang. Masing-masing berisi sedikitnya 250 individu. Sayangnya, hanya tiga populasi yang terdiri atas lebih dari 1.000 ekor orangutan. Sisanya hidup terpencar, terisolasi, dan rawan punah.
Sebagian orangutan hasil sitaan dari perdagangan ilegal atau peliharaan sedang diperkenalkan kembali ke alam liar, salah satunya di Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Saat ini, populasi hasil reintroduksi berjumlah sekitar 70 individu dan telah mulai berkembang biak secara alami.
Pelestarian orangutan Sumatera bukan hanya soal menyelamatkan satu spesies, tetapi juga menjaga keutuhan ekosistem hutan tropis Indonesia. Upaya kolektif semua pihak—dari pemerintah, masyarakat, hingga sektor swasta—dibutuhkan untuk memastikan kelangsungan hidup satwa endemik ini. Sebab tanpa hutan, tak ada tempat lagi bagi mereka untuk bertahan.