Suara.com - Di tengah tantangan polusi udara yang terus membayangi kota-kota besar, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah inovatif dalam meningkatkan kesadaran warga akan pentingnya uji emisi kendaraan bermotor.
Bukan hanya sanksi tilang atau insentif pajak, kini sanksi sosial mulai diterapkan—sebuah pendekatan baru yang bertujuan membangun rasa tanggung jawab kolektif melalui rasa malu publik.
Langkah ini, seperti yang dijelaskan oleh Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH DKI Jakarta, Erni Pelita Fitratunnisa, diterapkan di area parkir pusat perbelanjaan.
"Di Pasar Mayestik (Jaksel), saat masuk parkir itu langsung ada sounding (pemberitahuan melalui suara bahwa) kendaraan dengan nomor polisi belum dilakukan uji emisi. Dan itu menjadi efek kepada masyarakat. Malu juga dibacakan," kata Erni di Jakarta, Rabu (28/5/2025), dilansir ANTARA.
Pendekatan ini tidak bersifat memaksa, tetapi menciptakan tekanan sosial yang mendorong perubahan perilaku tanpa paksaan hukum.
Namun, upaya ini bukan sekadar urusan teknis administratif. Jika ditarik ke ranah yang lebih luas, uji emisi adalah pintu masuk menuju perbaikan kualitas hidup.
Studi dari Uni Eropa menyebut bahwa polusi udara menyebabkan sekitar 400.000 kematian dini setiap tahunnya, dan kendaraan bermotor menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi di wilayah perkotaan.

Di sisi lain, pendekatan konstruktif terhadap isu ini mengajak kita tidak sekadar melihat masalah, tetapi juga menyoroti dampak positif yang dapat dicapai jika kebijakan ini dijalankan dengan serius.
Uji Emisi Bukan Sekadar Kewajiban
Baca Juga: Pemprov Masih Kaji soal Wacana Perpanjang STNK di Jakarta Mesti Wajib Uji Emisi
Uji emisi tidak hanya berguna untuk mengukur kadar polutan seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), dan partikulat (PM), tetapi juga dapat mendeteksi kerusakan dini pada kendaraan.
Sensor rusak, pembakaran tidak sempurna, atau sistem knalpot yang terganggu dapat terdeteksi lewat proses ini, yang hanya memakan waktu sekitar 5–10 menit.
Lebih dari itu, kendaraan yang lulus uji emisi biasanya memiliki pembakaran bahan bakar yang lebih efisien, sehingga konsumsi BBM bisa ditekan. Manfaat ini tidak hanya dirasakan oleh lingkungan, tapi juga oleh pemilik kendaraan secara ekonomis.
Apa yang dilakukan Jakarta saat ini memiliki kemiripan dengan langkah Uni Eropa dalam menguatkan pengujian emisi kendaraan. Setelah terkuaknya kesenjangan antara uji laboratorium dan emisi jalan raya, Eropa memperkenalkan uji emisi dalam kondisi berkendara nyata sebagai bentuk transparansi dan peningkatan kepercayaan publik.
Berkaca dari sana, Jakarta tidak perlu menunggu krisis akut untuk bertindak lebih jauh. Kebijakan uji emisi bisa dikembangkan menjadi sistem berlapis: mulai dari pendekatan persuasif (uji gratis, edukasi, dan sanksi sosial) hingga regulasi lebih ketat jika dibutuhkan, sebagaimana yang dilakukan Uni Eropa dengan menurunkan batas emisi NOx hingga enam kali lipat dalam waktu 14 tahun.
Data Pemprov DKI Jakarta menunjukkan bahwa lebih dari 1,6 juta kendaraan telah mengikuti uji emisi sejak 2020, dengan tingkat kelulusan tinggi, terutama untuk kendaraan roda empat. Ini bukti bahwa masyarakat sebenarnya mampu dan bersedia patuh, selama ada edukasi yang jelas dan layanan yang mudah diakses.