Ini melibatkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dengan tujuan mengganggu, bahkan merusak sistem komputer dan jaringan negara lain untuk mencuri informasi rahasia.
"Geopolitik global hari ini dalam situasi rawan dan rentan. Indonesia harus siap dengan segala perkembangan dan kemungkinan," kata Gus Islah.
"Iran saja sudah punya ribuan rudal hipersonik, mosok sebagian masyarakat kita masih sibuk latihan memanah?" tutupnya.
Pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai langkah modernisasi alutsista dalam beberapa tahun terakhir.
Di antaranya adalah pembelian 42 unit jet tempur Dassault Rafale dari Prancis dan proses pengadaan F-15 dari Amerika Serikat.
Rafale dan F-15 dikenal sebagai jet tempur generasi 4.5 dengan kemampuan serangan multi-peran.
Selain itu, Indonesia juga mengakuisisi pesawat angkut berat C-130J Super Hercules yang kini memperkuat Skadron Udara 31 di Lanud Halim Perdanakusuma.
Untuk sektor laut, dua kapal selam Scorpene dari Prancis telah masuk daftar pembelian, sebagai bagian dari upaya memperkuat kekuatan bawah laut.
Modernisasi alutsista juga menyentuh sektor teknologi pengawasan dan pengintaian.
Baca Juga: Sikap Umat Islam Terhadap Perang Iran-Israel, Ustaz Felix Siauw Ungkap Fakta Mengejutkan
Indonesia tengah mengembangkan man portable surveillance radar (MPSR) serta kemampuan produksi drone taktis secara mandiri.
Meski terdengar meyakinkan, kritik Gus Islah terhadap kesiapan sumber daya manusia (SDM) juga tak kalah penting.
Secara peringkat militer, Indonesia sebenarnya tidak bisa dianggap remeh.
Menurut Global Fire Power Index 2025, Indonesia menempati peringkat ke-13 dunia dari 145 negara, bahkan melampaui kekuatan militer Israel dan Jerman.
Sedangkan di tingkat regional ASEAN, Indonesia adalah yang terkuat secara kuantitatif alias menang jumlah.
Namun, perlu dicatat, peringkat tersebut lebih menitikberatkan pada jumlah alutsista dan personel militer ketimbang kualitas atau kesiapan tempur.