Terkait isu dan fitnah yang menimpa saya saat ini, saya terima dengan ikhlas, karena saya sudah biasa difitnah dari dulu dan saya tetap kuat menghadapi. Jika saya nggak kuat menghadapi mungkin saya tidak jadi seperti sekarang ini, merantau ke Jakarta hanya modal lulusan SMP dan menjadi tukang sapu dan satpam. Dalam perjalanan hidup saya agar saya bisa kuliah atau sekolah selain jadi tukang sapu, saya sejak tahun 1997-2002 usaha membuka pengetikan dan fotocopy dan bukan percetakan, dan setelah saya resmi menjadi Kaprodi di Fisip Moestopo tahun 2002, saya menekuni sebagai dosen tetap dan kios usaha saya di Pramuka Pojok Matraman saya jual semuanya. Jadi setelah tahun 2002, saya tidak tahu lagi perkembangan Pasar Pramuka Pojok. Kalau saya sekarang diisukan seperti yang beredar di media saat ini, saya menganggap ini cobaan dari Allah, dan saya ikhlas menerimanya, saya pun tidak dendam dengan Mas Roy Suryo karena bagaimanapun sahabat harus dijaga nama baiknya.
Sekali lagi, jika WA saya sebelumnya tidak berkenan atau salah, saya mohon maaf beribu maaf, ini murni saran untuk sahabat. Semoga Mas Roy beserta keluarga selalu sehat dan dalam lindungan-Nya. Wassalam, Prof. Paiman Raharjo,"
Tetapi dalam video yang sama, Roy Suryo mengutip artikel yang ditulis oleh pemerhati intelijen Sri Radjasa berjudul "Mengapa Paiman Raharjo Klaim Batas Waktu Kepemilikan Kios Percetakan".
"Tapi yang menarik, kita dapat cerita juga oleh pengamat intelijen Sri Radjasa yang menulis mengapa Paiman Raharjo klaim batas waktu kepemilikan kios percetakan. Karena dia (Paiman Raharjo) nulis 97 sampai 2002, padahal ditulis hasil temuan di lapangan terdapat informasi dari beberapa rekan sesama pemilik kios di Pasar Pramuka yang siap bersaksi, Paiman Raharjo memiliki kios ketik dan cetak sejak tahun 90-an sampai tahun 2017," beber Roy Suryo.
Keterangan yang diberikan oleh Paiman Raharjo dan temuan pengamat intelijen di lapangan berbeda sehingga kembali menimbulkan kecurigaan.