Suara.com - Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Adies Kadir, mengatakan pihaknya masih akan mempelajari dan mencermati adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan Pemilu nasional dan daerah. Namun memang diakuinya putusan itu menjadi perdebatan.
"Partai Golkar itu akan mempelajari dan mencermati putusan ini, baik itu dampaknya terhadap partai politik, kemudian dampaknya terhadap pemerintahan ke depan, implikasinya seperti apa itu," kata Adies di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Adies mengatakan, memang Indonesia merupakan negara hukum, sehingga kemungkinan MK telah merasa benar dengan putusannya.
"Mungkin dari sisi MK, beliau sudah merasa, mereka di sana merasa putusannya sudah benar, sudah sesuai dengan konstitusi dan lain-lain sebagainya," katanya.
Namun Adies mengingatkan ada pihak-pihak yang merasa keberatan juga dengan adanya putusan MK tersebut.
MK dianggap keputusannya berubah-berubah. Mengingat MK sebelumnya sudah pernah memutuskan soal keserentakan pemilu.
"Tapi kan ada juga pihak-pihak menyatakan itu di luar kewenangannya, atau di luar konstitusi dan lain-lain. Karena putusan MK itu, pendapat rata rata orang ya final dan mengikat. ini di mana final mengikatnya? Karena selalu berubah-berubah," katanya.
"Apakah berubah kalau ketua MK-nya atau hakimnya ganti, putusannya berubah lagi? Atau rezimnya ganti, pemerintahnya, ada putusan lagi? Ini aja kalau nggak salah ada empat putusan ini kan, mulai tahun 2000 berapa itu," sambungnya.
Ia mengatakan, pemerintah Kemendagri juga sudah menyampaikan jika MK sudah mengeluarkan putusan serupa.
Baca Juga: Putusan MK Harus Ditindaklanjuti Revisi UU Pemilu, Analis BRIN: Momen Baik Perbaiki yang Bolong
"Jadi final and bindingnya di mana? Padahal di dalam undang-undang MK itu kan belum ada aturan menyatakan final and banding mengikuti perkembangan situasional terkini. Kan tidak ada undang-undang itu," ujarnya.
"Atau undang-undang MK juga undang-undang dasar yang menyatakan bahwa MK dapat merubah satu undang-undang. Misalnya ditetapkan lima tahun, tapi ditetapkan dalam waktu tujuh setengah tahun untuk ntuk berikutnya," sambungnya.
Hal itu, kata dia, akhirnya MK menjadi perdebatan dengan adanya putusannya.
"Kan ini jadi perdebatan, debatable semua. Jadi makanya kita tidak bisa juga menyalahkan pihak Mahkamah Konstitusi dengan segala dalil-dalilnya, dengan segala keputusannya," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda, membocor sedikit hasil kajian sementara yang dilakukan DPR dalam menyikapi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dengan daerah.
Kajian itu dibahas dalam rapat konsultasi di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/6/2025) dihadiri pimpinan DPR, Komisi II DPR, Komisi III DPR, dan Badan Legislasi (Baleg) DPR.