Suara.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan jadwal pemilihan umum nasional dan daerah dinilai sebagai langkah positif untuk memperkuat perhatian publik terhadap isu-isu lokal.
Akademisi Hukum Pemilu Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menilai bahwa pemisahan tersebut akan membuat penyelenggaraan pemilihan umum lebih sederhana, terfokus, dan memberi ruang lebih besar bagi demokrasi lokal berkembang.
Putusan tersebut dibacakan langsung Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis, 26 Juni 2025.
Dalam perkara nomor 135/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa pemilu nasional dan daerah kini harus diselenggarakan secara terpisah, dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.
Permohonan perkara tersebut diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melalui Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Irmalidarti.
MK menilai sejumlah pasal dalam Undang-undang Pemilu dan Pilkada bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jika tidak dimaknai secara berbeda ke depan.
Selama ini, pemilu nasional dan pemilu daerah sering kali diselenggarakan dalam tahun yang sama, seperti terjadi pada pemilu serentak 2019 dan 2024.
Kondisi ini memunculkan berbagai persoalan, seperti tumpang tindih isu nasional dan lokal, beban logistik yang berat, hingga kesulitan teknis dan administratif bagi penyelenggara pemilu.
Demokrasi Lokal Diberi Panggung
Baca Juga: Putusan MK Harus Ditindaklanjuti Revisi UU Pemilu, Analis BRIN: Momen Baik Perbaiki yang Bolong
Titi Anggraini menyoroti bahwa pemilu yang diselenggarakan terpisah akan memberi kesempatan lebih luas bagi isu-isu lokal untuk tampil ke permukaan.
Selama ini, ia menilai, perhatian publik terlalu didominasi oleh hiruk-pikuk politik nasional.
“Isu-isu daerah juga akan lebih optimal mendapatkan perhatian masyarakat, tidak dimonopoli hanya oleh isu nasional seperti sebelumnya di pemilu 2024,” kata Titi kepada Suara.com, Selasa (1/7/2025).

Dengan pemisahan ini, Titi berharap para peserta pemilu daerah, baik calon kepala daerah maupun calon anggota DPRD, dapat lebih fokus menyampaikan gagasan yang berpijak pada kebutuhan dan konteks lokal.
“Harapannya, semua pihak bisa lebih berkonsentrasi dalam memrioritaskan pembangunan daerah karena demokrasi lokal yang makin terkonsolidasi antara eksekutif dan legislatif melalui pelaksanaan pemilu daerah,” ujar dia.
Menurut Titi, skema pemilu yang lebih sederhana akan memperbesar ruang untuk politik gagasan, bukan sekadar kontestasi elektoral biasa.