Koperasi Desa Merah Putih Rawan Nepotisme? Dana Desa Rp 3 Miliar Bakal Jadi Rebutan

Kamis, 03 Juli 2025 | 19:02 WIB
Koperasi Desa Merah Putih Rawan Nepotisme? Dana Desa Rp 3 Miliar Bakal Jadi Rebutan
Ilustrasi Koperasi Merah Putih. Celios menilai keberadaan Koperasi Merah Putih di desa rawan dengan konflik kepentingan. [Suara.com/AI-ChatGPT]

Suara.com - Keberadaan koperasi desa/kelurahan Merah Putih yang kini sudah terbentuk sejumlah 80.480 lembaga rawan konflik kepentingan.

Kerawanan tersebut, terutama terkait penunjukan struktur organisai pengurusnya.

Peneliti Center of Economic and Law Studies atau Celios, Muhammad Zakiul Fikri meragukan kualifikasi dan kapasitas sumber daya manusia atau SDM yang akan mengisi struktur pengelolaan koperasi di setiap desa.

Menurutnya, penunjukkan struktur pengelola Koperasi Merah Putih memungkinkan dilakukan dengan tidak berdasar pada kemampuan dan kapasitas personelnya.

Fikri justru melihat, faktor kedekatan dengan kepala desa dan pengurus desa, seperti anak hingga saudara yang akan cenderung terjadi.

"Itu menunjukkan kebanyakan dari pengurus koperasi desa Merah Putih, itu ditunjuk dari lingkaran relasi kuasa elite desa. Entah itu saudara atau temannya kepala desa, saudara atau temannya sekretaris desa" kata Fikri saat dihubungi Suara.com pada Kamis 3 Juli 2025.

Penunjukkan pengurus koperasi yang tidak berdasarkan kemampuan dan kapasitas, tapi berdasarkan relasi kuasa menjadi sangat mengkhawatirkan.

Pasalnya, dana yang akan dikelola setiap koperasi desa tergolong fantastis, yakni sekitar Rp 3 miliar. Padahal, dana tersebut merupakan pinjaman dari himpunan bank milik negara atau Himbara yang harus dicicil dari dana desa.

Keraguannya dengan kapasitas SDM yang akan mengelola koperasi desa tak bisa dipisahkan dari pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang terburu, dan tidak mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Baca Juga: 80.480 Koperasi Merah Putih Terbentuk, Tapi Pinjol Ilegal Berkedok Koperasi Masih Mengganjal

Akhirnya penunjukkan struktur pengurusnya tidak lagi berdasarkan meritokrasi.

Terburu-burunya pembentukan koperasi desa, juga tergambar dari narasi yang ditemukan Celios dalam studinya.

Para perangkat desa atau kepala desa menyatakan bahwa yang terpenting terbentuk dulu koperasinya.

"Jadi mereka nggak mempersoalkan siapa pun orang yang mau menjadi pengurus," kata Fikri.

Nota kesepahaman yang dijalin Kementerian Koperasi (Kemenkop) dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) guna menjawab keraguan kualitas SDM pengelola koperasi desa, menurut Fikri tidak menjadi jaminan dan jawaban.

Apalagi belum dijelaskan peningkatan kemampuan dan keterampilan seperti apa yang akan diberikan kepada para pengurus koperasi desa.

Masih menurut Fikri, hal itu hanya formalitas belaka, demi menunjukkan ada upaya peningkatan SDM pengelola koperasi dari pemerintah.

Hal itu disampaikan berkaca dari kualitas pelatihan dan program ketenagakerjaan Kementerian Ketanagakerjaan yang tidak memberikan dampak yang signifikan.

"Dari sekian banyak model soft skill maupun hard skill yang ada di kurikulum yang mereka turunkan di dinas-dinas ketenagakerjaan di daerah seberapa efektif, mohon maaf, seberapa efektif untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja kita?" ujar Fikri.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah 80.480 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih telah resmi terbentuk di seluruh Indonesia.

Tahap Pertama

Jumlah itu disebut menandai keberhasilan tahap pertama dari program strategis pemerintah dalam membangun kekuatan ekonomi rakyat dari desa.

Namun, di balik pencapaian angka tersebut, pemerintah mengingatkan bahwa tantangan besar justru baru dimulai.

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyampaikan sambutan terkait terbentuknya 80 ribu lebih koperasi merah putih. [Dok. Humas Kemenkop]
Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyampaikan sambutan terkait terbentuknya 80 ribu lebih koperasi merah putih. [Dok. Humas Kemenkop]

Menteri Koperasi dan UKM Budi Arie Setiadi menyatakan, meski pembentukan koperasi telah memenuhi target, langkah selanjutnya yang jauh lebih penting adalah memastikan koperasi benar-benar beroperasi, tidak hanya sekadar ada di atas kertas.

Pernyataan itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi Penguatan Usaha Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih se-Jawa Barat yang digelar secara daring pada Kamis (3/7/2025).

Budi menegaskan, program Koperasi Merah Putih tidak boleh berhenti pada pendirian semata.

Keberadaan koperasi harus menjawab kebutuhan ekonomi masyarakat di tingkat desa dan kelurahan secara nyata.

"Kita tidak sedang bicara koperasi sebagai ide, tapi sebagai aksi nyata. Koperasi harus hadir sebagai lembaga yang melayani kebutuhan warga dari sembako murah, pembiayaan terjangkau, layanan kesehatan, hingga distribusi logistik," ujar Budi Arie.

Menteri Budi menjelaskan bahwa tahap kedua dari program ini akan menjadi fase paling krusial, yaitu menghidupkan koperasi agar mampu menjalankan usaha ekonomi produktif yang sehat, terpercaya, dan berkelanjutan.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI