Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SAHdar) menilai kasus korupsi pembangunan jalan di Sumatera Utara menunjukkan bahwa platform katalog elektronik tidak serta-merta menutup celah korupsi dalam proyek pemerintah.
Sebagaimana diketahui, Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara Topan Ginting dan empat orang lainnya terjerat operasi tangkap tangan atau OTT pada 26 Juni 2025.
ICW dan SAHdar menilai alih-alih menjadi alat pencegah korupsi, sistem digital justru kerap dijadikan kedok “legal” untuk meloloskan penyedia yang telah bersekongkol dengan oknum pelaku pengadaan.
Berdasarkan pemantauan ICW selama periode 2019-2023 terdapat 1.189 kasus korupsi di sektor pengadaan publik, melibatkan 2.896 tersangka, dengan estimasi kerugian keuangan negara mencapai Rp47,18 triliun.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan SAHdar tentang Tren Penindakan Kasus Korupsi tahun 2024 menunjukan bahwa Sumatera Utara menduduki peringkat 1 (satu) se-Indonesia, dengan 153 register perkara dan total kerugian mencapai Rp1,05 triliun.
![Ilustrasi - Topan Ginting dinonaktifkan sebagai Kadis PUPR Sumut usai ditangkap KPK. [ChatGPT]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/30/55021-topan-ginting.jpg)
Merujuk pada data itu, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution memiliki tanggung untuk menuntaskan persoalan korupsi di wilayahnya itu.
"Sudah menjadi kewajiban Gubernur Sumatera Utara untuk membongkar dan melaporkan praktik-praktik korupsi yang selama ini kerap terjadi dan membersihkan nama Sumatera Utara dari penilaian buruk yang kerap menjadi sarang korupsi” kata Koordinator SAHdaR, Hidayat Chaniago lewat keterangannya dikutip Suara.com pada Sabtu (5/7/2025).
Koordinator Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah mengemukakan, banyaknya kasus korupsi yang ditangani oleh penegak hukum membuktikan bahwa adanya sistem elektronik tidak cukup untuk mencegah korupsi.
Penggunaan platform digital wajib disertai dengan keterbukaan informasi kontrak pengadaan sesuai dengan Pasal 15 ayat 9 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021--yang mencakup informasi tahap perencanaan, tahap pemilihan, dan tahap pelaksanaan. Namun sayangnya, kata Wana, aturan tersebut tidak dijalankan sehingga menyulitkan publik melakukan pengawasan.
Baca Juga: Ungkit Ucapan Eyang BJ Habibie, Melanie Subono Skakmat Fadli Zon: Tak Ada Salahnya Minta Maaf!
"Sejak 2023 ICW telah mengidentifikasi delapan potensi kecurangan dalam metode e-purchasing pada proses pengadaan publik. Salah satu modusnya yakni adanya persekongkolan antara penyedia dengan pejabat pengadaan untuk pengaturan proyek. Kasus korupsi di Dinas PUPR Sumatera Utara membuktikan bahwa modus tersebut patut dilakukan oleh para pihak," beber Wana.
![Tiga tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan preservasi jalan di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara yakni Topan Obaja Putra Ginting (kedua kanan), Rasuli Efendi Siregar (kedua kiri), dan M. Rayhan Dulasmi Pilang (kiri) berjalan keluar usai dihadirkan bersama dua tersangka lainnya dalam konferensi pers penetapan dan penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (28/6/2025). [ANTARA]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/02/31477-topan-ginting.jpg)
ICW melakukan penelusuran lewat sumber terbuka, menemukan pada tanggal 27 Juni-3 Juli 2025, Bobby Nasution selaku gubernur ikut meninjau meninjau jalan yang rencananya akan dibangun melalui proses pengadaan.
"Dengan terlibatnya Bobby Nasution meninjau jalan, maka patut diduga ia mengetahui adanya proyek yang akan dilaksanakan pada lokasi tersebut dan berpotensi mengetahui persekongkolan yang dilakukan oleh Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara," ungkapnya.
Untuk itu, ICW dan SAHdar mendesak agar KPK untuk segera memanggil Bobby Nasution untuk menjalani pemeriksaan.
"KPK dapat memanggil Bobby Nasution untuk menjelaskan dugaan kasus ini. Bila perlu selaku Gubernur Sumatera Utara dapat menyebutkan pihak-pihak yang juga diduga ikut terlibat”, kata Hidayat.
Topan Ginting dkk Tersangka KPK
Sebagaimana diketahui, Topan Ginting bersama empat orang lainnya ditetapkan KPK sebagai tersangka pada Sabtu 28 Juni 2025 lalu. Mereka sebelumnya terjaring dalam operasi tangkap tangan atau OTT yang dilakukan KPK di Sumatera Utara. Kasus korupsi yang menjerat Topan berkaitan dengan proyek pembangunan jalan nasional di Sumatera Utara.
Dalam OTT tersebut, penyidik KPK menyita uang tunai Rp 231 juta yang merupakan sisa uang dari penarikan Rp 2 miliar yang diduga digunakan untuk melakukan penyuapan terhadap berbagai pihak agar PT DNG dan PT RHL mendapat proyek jalan di Sumatera Utara.
Para tersangka diduga bersekongkol untuk menunjuk PT DNG dan PT RN sebagai pemenang tender pembangunan jalan nasional tersebut.
"Tidak menutup kemungkinan dari pemeriksaan itu akan diperoleh informasi aliran uang ke mana saja, ini masih awal, nilai tadi Rp 231,8 miliar itu nilai sangat besar, dan tentu pembagiannya ke beberapa tempat," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur.