Suara.com - Festival Pacu Jalur yang digelar setiap tahun di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau mendadak menjadi perhatian di media sosial.
Pacu Jalur viral setelah banyak konten terutama di TikTok yang menampilkan video Aura Farming. Dalam video singkat itu, menirukan gaya anak yang ada di dalam Pacu Jalur atau yang disebut Anak Coki.
Aksi anak pacu jalur tersebut kompak memutar tangan dan mengayunkan badan demi menjaga keseimbangan jalur saat melaju deras di Sungai Kuantan.
Tak heran jika tradisi lokal ini mendadak ramai diperbincangkan di berbagai platform digital.
Menurut Know Your Meme salah satu situs untuk membagikan video viral, fenomena aura farming mulai ramai sejak September 2024, dan kini menjadi medium baru yang memperkenalkan budaya lokal Indonesia ke panggung global secara emosional dan atraktif.
Namun jauh sebelum ramai di jagat maya, Pacu Jalur telah mengakar kuat sebagai tradisi masyarakat Kuansing, diwariskan turun-temurun sejak era kolonial sebagai bagian dari perayaan adat dan wujud syukur atas hasil panen.
Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat mengungkapkan kebanggaannya atas meluasnya popularitas Pacu Jalur.
"Tentu ini merupakan kebanggaan luar biasa bagi kami, bagi Riau dan khususnya Kuansing," katanya, Jumat (4/7/2025).
Roni menjelaskaskan bahwa Pacu Jalur adalah Warisan Budaya Takbenda yang diakui secara nasional oleh Kementerian Kebudayaan.
Baca Juga: Aura Farming Anak Coki Viral, Pacu Jalur Kuansing Diklaim Berasal dari Malaysia
Berikut ini merupakan sejalah Pacu Jalur yang kini viral di media sosial melalui narasi Aura Farming.
Pacu Jalur merupakan pesta rakyat yang menjadi kebanggaan masyarakat Kuansing yang sudah ada sejak abad ke-17 silam.
Perahu kayu panjang yang disebut "jalur" yang berfungsi sebagai alat transportasi utama bagi penduduk desa-desa di sepanjang Sungai Kuantan.
Sungai tersebut membentang dari Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Cerenti di hilir dan menjadi jalur sangat penting karena sarana transportasi darat belum berkembang.
Pada masa itu, warga memanfaatkan jalur untuk mengangkut hasil pertanian seperti pisang dan tebu, sekaligus menjadi alat angkut massal yang mampu menampung sekitar 40 hingga 60 orang.