
Fadli bahkan membandingkan konteks tersebut dengan tragedi pemerkosaan massal yang diakui secara internasional, seperti peristiwa Nanjing di Tiongkok atau kasus di Bosnia.
"Nah di kita saya tidak menegasikan bahwa itu terjadi dan saya mengutuk dengan keras dan kalau ada fakta-fakta yang terkait hukum atau pendokumentasian, saya kira tidak ada masalah nah semuanya kan ada fakta-faktanya apa secara hukum dan final misalnya pelakunya dimana dan seterusnya," katanya.
Fadli juga menyebut dirinya bukan bagian dari tim penulis sejarah dan tidak mengintervensi proses penyusunan materi.
Ia menyerahkan sepenuhnya kepada para ahli.
"Silahkan tanya kepada mereka apakah saya mengelakukan intervensi ini harus masuk, ini tidak bahkan saya di eranya Bung Karno saja saya katakan apakah di era Orde Lama itu ada istilah Orde Lama? Kan tidak ada jadi tonenya kita positif juga mengembangkan termasuk pencapaian di dunia internasional yang luar biasa dengan konferensi Asia Afrika gerakan non blok dan lain-lain," katanya.
Ia pun menambahkan bahwa posisinya sebagai Menteri Kebudayaan, sejarawan, sekaligus peneliti membuatnya terbuka terhadap berbagai diskusi.
"Mendiskusikan ini dan sangat terbuka dan saya sudah diskusi ini 20 tahun lebih ya dengan mengkonfrontasi ini di televisi, di berbagai tempat tidak denial sama sekali ini tidak ada urusannya dengan denial dan kita sangat menghormati bahkan di dalam buku sejarah itu soal pergerakan perempuan itu luar biasa dan peran perempuan itu kalau tidak salah mereka," katanya.